Seorang Sosiolog dari Universitas Indonesia yang bernama Ida Ruwaida Noor mengamati anak di zaman sekarang cenderung konsumtif dengan melihat dari banyaknya anak-anak yang jajan, nongkrong di kafe, atau jalan-jalan ke mal tanpa di dampingi oleh orang tua. Fenomena ini terjadi di semua lapisan masyarakat dengan kadar yang berbeda.
Oleh sebab itu, maka disini orang tua atau pengasuh berperan penting untuk mengajarkan buah hati untuk menjadi konsumen cerdas. Namun, gimana caranya? Untuk itu, maka akan dijabarkan di bawah ini.
Ajarkanlah anak untuk bersikap kritis. Hal ini dikarenakan orang tua yang tidak mengajarkan anak bersikap kritis akan membuat anak menjadi konsumtif.
Ajarkan anak melihat kemasan produk yang ingin dibeli dari waktu pembuatan dan kadaluarsa, ajak anak untuk meneliti kemasan berilah saran agar tidak memilih produk yang rusak kemasannya.
Terapkan pada anak untuk jeli saat teratarik dengan mainan baru, perkenalkan kriteria mainan yang diperbolehkan untuk dibeli.
Ajarkan anak untuk memahami mainan sesuai usianya yang layak untuk dimiliki. “Sebagian orang tua jarang memperhatikan aturan usia sehingga membahayakan anaknya” ujar Tulus Abadi yang merupakan seorang pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Beritahukan dan perlihatkan kepada anak logo standar nasional (SNI). Apabila anak menemukan barang yang dibeli kurang sesuai dengan yang dijanjikan oleh produsen, Tulus menghimbau supaya tidak ragu untuk mengembalikan barang kepada produsen.
Orang tua jadi bisa memberi contoh dengan menjadi konseumen cerdas, “Selagi anak masih balita, belum memahami haknya sebagai konsumen, orang tuanyalah yang harus tampil sebagai konsumen cerdas,” Ujar Tulus.
Setelah anak di SD, orang tua dapat memberikan arahan yang lebih konkrit. Contohnya : Memperkenalkan jajanan yang berbahaya sehingga anak dapat mengenali dan menghindarinya.
Anak juga perlu berhati-hati saat membeli paket makanan yang berhadiah mainan. Hal ini dikarenakan bisa memicu anak menjadi berperilaku konsumtif.
Orang tua sebaiknya memberikan pengertian dan pengetahuan kepada anak mengenai pentingnya mengelola keuangan dengan baik yang diiringi dengan implementasi dengan memulainya secara sederhana seperti yang disarankan oleh Oktavia “Orang tua mengondisikan anak dengan memberikan uang jajan yang sesuai dengan kebutuhan anak”.
Orang tua juga mengajarkan tahap selanjutnya yakni menabung dan berinvestasi, buat kesepakatan supaya anak mau untuk menyisihkan sejumlah uang terlebih dahulu dengan memotong di awal. Hal ini diringi dengan adanya informasi perkembangan tabungan dan investasi anak setiap bunganya.
Bimbinglah anak supaya bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Hal ini juga disarankan oleh Ida yang mengatakan “Untuk itu, ayah dan ibu perlu mengajarkan anak untuk menghargai uang, menggunakan uang dengan bijak, membantu mengenalkan skala prioritas, serta membimbing anak membedakan kebutuhan dan keinginan”.
Apabila barang hanya keinginan dan tidak terlalu dibutuhkan namun kemampuan juga sedang kurang sesuai, belilah saja barang lain yang mirip dan sesuaikan dengan kemampuan finansial.
Tanpa adanya pengelolaan keuangan yang tepat, maka anak tersebut tidak akan mencapai tujuan keuangannya. “Target mereka untuk menikah atau melanjutkan studi ke jenjang S-2 bisa meleset” ujar Oktavia.
Anak yang diajarkan cerdas secara finansial akan berdampak pada kemandiriannya, mereka bisa membiayai kuliah S-2 dari kantong mereka sendiri, dana pernikahannya tersedia sesuai kebutuhan, dan dapat membiayai kehidupan rumah tangga, termasuk membiayai pendidikan anak.
Sumber :
Leisure Suplemen Republika, Selasa, 22 April 2014 siesta halaman 5.