Sukino, Inspirasi dari Keluarga Sederhana

Jakarta, Kartunet.com – Beberapa waktu lalu, disabilitas netra dikejutkan dengan kabar penusukkan seorang anak pasangan Nur Muidah dan Sukino. Syaiful munif, siswa kelas VI SD mengalami delapan tusukkan oleh AMN hanya karena memergoki pencurian handphone   di rumahnya. ”Mungkin karena saya disabilitas netra dia rasa bisa manfaatin kesempatan buat ngambil Handphone di rumah saya, Mas.” Terang Nur. Menurut keterangan Kak Seto Mulyadi (Ketua KOMNAS HAM Anak), AMN terpengaruh lingkungan dan memanfaatkan kondisi keluarga Iful dalam melakukan kejahatannya.

Cuplikkan pengalaman keluarga Sukino diatas menggambarkan betapa mirisnya ketika mendengar masih ada orang yang memanfaatkan kekurangan disabilitas netra untuk kejahatan. Seolah disabilitas netra orang yang lemah dan bisa dimanfaatkan atas kekurangannya. Sukino sendiri tak pernah menyangka bahwa keluarganya akan menjadi sasaran peristiwa semacam itu. Pria yang berprofesi sebagai karyawan panti pijat ini selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk keluarga, termasuk menjaga mereka. Meski ia disabilitas netra, Sukino yakin bisa menjaga dan mengayomi Nur dan ketiga puteranya.

Sejak mempunyai putra pertama, Arif, mereka merasa kagok dan gugup namun bahagia karena telah mempunyai momongan. Kondisi disabilitasnya tak lantas menghalangi Sukino dan Nur untuk merawat sang buah hati. Ketika tim redaksi kartunet menanyakan adakah cara khusus merawat anak bagi disabilitas netra sepertinya? Ia menjelaskan, ”Sebenernya sama aja sih mas, cuman kalau saya kebanyakan pakai perasaan. Ya ngasih makan, ya mandiin, itu lebih ke perasaan saya. Misalnya kalau ngasih makan biasanya kalau anak udah umur satu tahunan itu udah ngerti Mas kalau orang tuanya disabilitas netra. Jadi waktu mau nyuapin, mulut nyamperin ke sendok yang saya arahkan.” Tuturnya yang saat itu sedang menunggui Iful.

Kebanyakkan disabilitas netra, termasuk ibu rumah tangga telah melatih kepekaan indra perasanya. Nur selalu bilang cara mengurus anak bagi seorang disabilitas netra dengan yang bukan disabilitas netra pasti sama. Hanya ada perbedaan sedikit yaitu fungsi mata digantikan oleh fungsi insting atau rasa.

Saat ditanya apakah ia merasa kagok sewaktu mempunyai putera pertama? Ibu Nur kembali menjelaskan, ”Iya Mas, dulu kan saya nikah umur tujuh belas tahun, jadi ngerasa gugup gitu punya putera pertama. Akhirnya untuk beberapa bulan diurus sama Ibu saya. Pas umur tujuh bulan barulah saya belajar mandiin dan mulai nyusuin.”
Ternyata tidak begitu sulit sewaktu Nur belajar memandikan dan menyuapi anaknya.

Sebelum peristiwa penusukkan pada Iful, Sukino dan Nur merasa tentram menjalani kesehariannya. Tetangga yang ramah, mendengar kelucuan anak-anaknya, dan keseharian yang mereka lalui terasa seperti keluarga non disabilitas umumnya. Sukino bangga ketika mendengar Iful telah naik ke kelas VI dan akan menjalani UAN. Dia dan Nur tak hentinya memberi semangat dan motivasi untuk anak-anak mereka. Menurut Nur, anak tidak harus dipaksa belajar terus menerus. Ia hanya memberi semangat dan selalu mengarahkan ketiga putranya agar menaati peraturan sebagai seorang pelajar.

Sukino dan Nur terkejut waktu mendengar Iful mengalami peristiwa tragis itu. Beruntung nyawa anaknya tak melayang. Hingga kini, Iful masih dalam perawatan. Kondisinya mulai stabil dan hal ini telah mengembalikan semangat hidup Sukino dan keluarga.

Kisah inspiratif Sukino yang dikabarkan oleh media telah mengetuk hati Walikota untuk membiayai pengobatan Iful. Sukino dan Nur selalu berdo’a demi kesembuhan Iful. Peristiwa yang menimpa Iful membuat keluarga Kino lebih berhati-hati dalam menjaga anak dan berusaha agar peristiwa semacam itu tak terulang lagi walaupun kondisi keduanya disabilitas. (Senna)
Editor: Herisma Yanti

Last Updated on 10 tahun by Redaksi

Oleh Senna Rusli

Guru ngaji pesantren Raudlatul Makfufin (Taman Tunanetra)

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *