Jakarta, Kartunet.com – Pasca somasi penyandang disabilitas kepada PT Garuda Indonesia, Gapura Angkasa, Angkasa Pura dan Kementrian Perhubungan, kini datang seruan kepada seluruh penyandang disabilitas untuk melakukan aksi tolak diskriminasi semua maskapai domestik (13-Maret-2013). Seruan tersebut berupa ajakan untuk menyobek surat keterangan sakit yang terpaksa ditandatangani oleh penyandang disabilitas ketika bepergian dengan maskapai domestik.
Disampaikan oleh Cucu Saidah, korban perlakuan diskriminatif PT Garuda Indonesia yang juga aktivis disabilitas, aksi ini merupakan bentuk follow-up dari upaya petisi online dan somasi yang sudah dilakukan sebelumnya.
“Masih terkait layanan penerbangan yang diskriminatif: mari aktifkan AKSI SOBEK SURAT PERNYATAAN SAKIT bagi siapapun yang berkegiatan perjalanan dengan maskapai apapun. Jika petugas bandara masih bersikukuh minta menandatangani, boleh saja diterima dan pastikan minta kopinya. Jika sudah duduk tertib di pesawat sobeklah SURAT PERNYATAAN SAKIT tersebut dan foto lalu sebarkan melalui sosial media apapun,” tulis Cucu Saidah di surat elektronik yang disebarkannya.
Kasus pemaksaan pihak maskapai kepada penyandang disabilitas untuk menandatangani surat keterangan sakit memang sudah kerap terjadi. Namun kejadian tersebut pada umumnya bukan dikarenakan kebijakan resmi maskapai, melainkan lebih cenderung disebabkan kurangnya informasi petugas lapangan mengenai perbedaan antara orang sakit dengan penyandang disabilitas. Sejauh ini penyandang disabilitas yang terlihat menggunakan kursi roda atau menggunakan tongkat putih sering disamakan denganorang sakit, sehingga harus menandatangani surat keterangan sakit yang isinya sangat diskriminatif.
Berdasarkan pengalaman para penyandang disabilitas yang sering bepergian mandiri dengan pesawat terbang pun kejadian seperti di atas tidak berlaku merata untuk semua maskapai domestik. Bahkan menurut keterangan salah seorang disabilitas, perlakuan kadang berbeda untuk satu maskapai yang sama untuk rute dan waktu yang berbeda pula.
Misal pada maskapai X ketika seorang penyandang disabilitas menggunakan rute dari kota A ke kota B menerima perlakuan diskriminatif, belum tentu dengan maskapai yang sama akan mendapatkan perlakuan serupa ketika bepergian dari kota C ke kota D. Bahkan untuk maskapai dan jalur yang sama, perlakuan diskriminatif tersebut dapat tidak terjadi ketika waktu bepergian berbeda.
Aksi ini berkembang setelah sebelumnya dibuat petisi online untuk meminta maskapai Garuda Indonesia menghentikan perlakuan diskriminatif di http://www.change.org/id/petisi/maskapai-garuda-indonesia-hentikan-peraturan-diskriminatif. Saat berita ini diturunkan, jumlah penandatangan petisi sudah lebih dari 320 orang dan akan terus bertambah. (DPM)
Editor: Muhammad Yesa Aravena