Celana atau karung, bukan masalah

Aku, Ayah, dan adik
Sosok inspirasi bukan selalu orang yang dikenal seluruh dunia. Bukan selalu penemu – penemu hebat. Bukan selalu orang yang memberi perubahan bagi dunia. Menurut saya, siapa pun bisa menjadi sosok inspirasi. Sosok inspirasi adalah sosok yang bisa kita jadikan teladan yang baik. Sosok yang selalu bisa mengajarkan kepada kita hal yang baik dan bermanfaat. Salah satu sosok inspirasi dalam hidup saya adalah “Ayah” saya sendiri.

Ya. Dia sekarang sangat disegani dan dihormati orang – orang sekitar. Bukan karena jabatan yang membuat ia disegani oleh banyak orang. Tapi ia merupakan contoh yang baik bagi lingkungan sekitar. Juga contoh yang baik sekaligus imam bagi keluarga. Banyak sekali ajaran – ajaran baik yang ditanamkan kepada saya sejak kecil.

Terkadang ia menasihati bukan hanya dengan kata – kata bijak. Namun ia juga menasihati saya dengan cerita masa kecilnya yang keadaan ekonominya sangat terbatas. Ya. Ayah saya termasuk orang tidak mampu. Hidupnya sangat sederhana. Ayahnya hanya bekerja sebagai tukang. Dan Ibunya hanya seorang Ibu rumah tangga.

Uang keluarga mungkin hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya sehari – hari. Seperti makan dan lain sebagainya. Di sekitar kita banyak sekali orang yang putus sekolah karena alasan “ekonomi yang terbatas”. Namun, tidak bagi Ayah saya. Tidak ada kata menyerah dalam kamus hidup Ayah saya. Ia tidak putus sekolah hanya karena alasan “ekonomi yang terbatas.”

Karena sejak kecil, keluarganya sudah menanamkan kalau pendidikan sangatlah penting. Walaupun dengan keadaan ekonomi yang terbatas. Itu bukanlah sebagai penghambat. “Apapun bisa jika ada niat dan kerja keras”. Itulah prinsip Ayah saya saat dulu. Jadi, ketika ia sekolah, Ia rela berjalan kaki sejauh 7 km dari rumahnya. Itu dia lakukan sejak SD sampai SMA. Karena keluarganya tidak mempunyai alat transportasi seperti sepeda. Itu dia lakukan “hanya” untuk menuntut ilmu. Betapa semangat beliau dalam mencari ilmu. Walaupun Ia harus bekerja untuk membantu biaya sekolahnnya.

Peralatan sekolah pun Ayah saya tidak beli. Namun ia dikasih tetangga ataupun peralatan sekolah bekas kakanya. Tas sekolah pun Ia memakai tas kresek. Ia juga sering diolok – olok. Misalnya saja saat ia memakai seragam kedodoran (terlalu besar). Karena memang saat itu Ia memakai seragam bekas milik kakanya. Ia diolok – olok seperti ini “Itu celana apa karung ?” Dan masih banyak lagi olokan – olokan yang ia dapat.

Tapi, ia tidak menghiraukan olokan – olokan itu. Ia tidak peduli orang berkata apa. Itu dikarenakan niat dan tekadnya yang tinggi dalam menuntut ilmu. Ia tidak menyia – nyiakan kesempatan dalam menuntut ilmu. Ia belajar dengan sungguh – sungguh. Ia juga termasuk anak yang berprestasi di sekolahnya.

Sampai akhirnya ketika lulus SMA, Ia ingin meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia mempunyai prinsip bahwa Ia ingin sekolah gratis tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun. Ia ingin kuliah di ikatan dinas.

Pada suatu hari Ia mendengarkan radio bahwa ada pendaftaran STPDN (sekarang berganti nama IPDN). Radio itupun bukan miliknya sendiri. Melainkan milik tetangganya. Akhirnya setelah mendengar berita itu, Ia langsung segera mendaftar ke tempat pendaftaran karena itu adalah hari terakhir pendaftaran. Sesampainya di tempat pendaftaran, ternyata nama – nama yang sebelumnya mendaftar sudah diketik dan akan diserahkan ke pusat.

Ayah saya saat itu sudah tidak bisa mendaftar lagi. Dan ketika petugas melihat rapornya, petugas mengatakan “Wah, eman – eman. Apik – apik nilaine.” Petugas itu mengatakan kalau nilai rapor Ayah saya bagus. Dan atas izin Allah, akhirnya petugas itu menerima Ayah saya sebagai pendaftar terakhir di IPDN. Akhirnya petugas itu menyisipkan nama Ayah saya di lembar terakhir yang masih sisa sedikit.

Akhirnya Ayah saya diterima di IPDN. Usaha dan kerja keras yang ia tanam sejak kecil tidaklah sia – sia. Dan jadilah seperti sekarang ini. Sosok yang sangat saya kagumi. Seorang figur yang dihormati ditengah masayarakat. Orang yang menjadi panutan bagi rakyatnya. Seorang pemimpin bagi rakyatnya. Juga orang yang sangat menginspirasi saya dalam menuntut ilmu.

Terkadang, saat saya merasa malas belajar, saya ingat cerita Ayah dulu. Betapa sulitnya Ia dulu dalam menuntut ilmu. Sedangkan saya yang hanya belajar tanpa harus bekerja keras malah malas dalam menuntut ilmu.

Cerita Ayah itulah yang membuat saya bangkit. Iya. Bangkit dari kemalasan. Dan masih banyak lagi cerita beliau yang sangat menginspirasi saya. Kadang saya berfikir “Ayah saya yang punya keterbatasan ekonomi bisa melakukannya, saya pasti juga bisa melakukannya.”

Dan cerita Ayah saya itulah yang membuat saya yakin. Bahwa usaha yang telah kita tanam tidak ada yang sia – sia. Kita akan memetik di kemudian hari. Ketika apa yang kita tanam itu benar – benar sudah matang.

Terimakasih Ayah. Kau lah sumber motivasiku. Kau yang selalu aku hormati. Terimakasih atas cerita – cerita itu.

Terimakasih Ayah. Kau memang sosok inspirasiku.

Bersama temannya

Last Updated on 7 tahun by Redaksi

1 komentar

  1. Halo selamat datang dan terima kasih ya sudah ikut partisipasi dalam Lomba Artikel Inspiratif Kartunet 2015. Silakan bagikan tautan artikel ini ke social media ke sebanyak orang untuk like dan retweet agar menjadi artikel terfavorit. Oia, mohon user profile dilengkapi, terutama bagian biografi dengan deskripsi singkat diri kamu agar mudah dikenali oleh Kartunetters lainnya.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *