Kampanye Kesadaran Disabilitas Hadir di USBI

Jakarta, Kartunet.com — “Saya jadi terinspirasi dari teman-teman yang hebat ini, dengan keterbatasan saja kalian bisa. Saya jadi mempunyai semangat kalau saya pun bisa untuk berkarya” (Dessy, 2013)

Begitulah ujaran salah satu peserta yang hadir dalam kegiatan IDCC Goes to Campus di Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), pada Sabtu (5/6)/2013) pekan lalu. Momen kali ini terasa istimewa bagi beberapa pengurus IDCC, karena IDCC awalnya terbentuk dari kegiatan sosial mahasiswa Faculty of Education (FOE) USBI pada Desember 2011, yaitu DICE (Difable Children Empowerment) Festival. Dalam menyelenggarakan kampanye kesadaran disabilitas kali ini, IDCC bekerja sama dengan Senat Mahasiswa (SEMA) FOE.

Baca:  Disabilitas Sambut Pilkada Jabar 2013

Perwakilan SEMA yang diwakilkan oleh saudari Novi mengungkapkan bahwa mereka antusias menyambung awak IDCC untuk berbagi di kampus USBI, terlebih lagi notabene yang hadir adalah mahasiswa calon guru. Acara ini diharapkan memberi dampak positif bagi mereka, yang nantinya akan terjun ke lapangan menghadapi beraneka ragam murid. Tidak hanya calon guru, mahasiswa calon pebisnis (Faculty of Business) pun turut hadir dalam kegiatan ini.

Seperti biasa, IDCC GTC menghadirkan beberapa rangkaian kegiatan  kampanye kesadaran terhadap penyandang disabilitas yang sama seperti kunjungan kampus sebelumnya; games, orasi tentang disabilitas, talkshow bersama narasumber inspiratif, dan sosialisasi mengenai aware, care, and share competition.

Mengikuti gagasan Ketua IDCC Najib, orasi kali ini disuguhkan dalam bentuk drama atau role play. Pelaku drama pun bukan dari panitia, melainkan para peserta yang hadir untuk memerankan penyandang disabilitas lewat instruksi pada secarik kertas. Tujuannya adalah agar para peserta dapat merasakan dampak apabila publik dapat menghargai mereka yang pendis, bukan justru mencelanya.

Acara talkshow yang berlangsung menghadirkan Habibi Absyah (Tunadaksa), Dimas Prasetya Muharam & M.Riqo dari Kartunet (Tunanetra) dan Siddam (Tunanetra). Habibi Absyah  merupakan seorang disabilitas daksa yang pernah meraih penghargaan Danamond award 2012 atas prestasinya di bidang online marketing. Sedangkan, Dimas dan Riqo adalah pendiri situs www.kartunet.com, website yang menyorot isu disabilitas. Mereka ingin membuktikan bahwa disabilitas netra bukan hanya ditakdirkan untuk menjadi tukang pijat, seperti pandangan umum selama ini, melainkan juga dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menghasilkan karya yang luar biasa. Pembicara yang terakhir, Siddam, adalah seorang guru dan Co-Founder Kampung Bule, tempat warga negara asing belajar bahasa Indonesia.

Para sahabat disabilitas kita banyak berbagi pengalaman mereka selama menempuh pendidikan.  Salah satu pertanyaan cemerlang muncul dari salah satu peserta terkait isu ini, yaitu “Apa yang kakak dan Mas sekalian harapkan kepada kami sebagai calon guru yang memiliki peserta didik penyandang disabilitas, mengingat kami bukan mahasiswa yang menempuh pendidikan luar biasa?”

Baca:  Sriwijaya Air Pertama Gunakan Manual Braille

Dimas & Riqo memberi jawaban yang tidak jauh berbeda, yaitu bahwa guru harus menyesuaikan diri dengan keberagaman anak muridnya karena setiap murid memiliki keunikannya masing-masing. Tidak ada anak yang khusus, hanya saja cara belajarnya saja yang berbeda. Dan guru harus paham hal tersebut, agar kebutuhan murid dapat terpenuhi. Sebagai contoh, Dimas menceritakan bahwa  dia harus berusaha 2-3 kali lipat dibanding teman-teman lainnya untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu memahami pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa penyandang disabilitas bukannya tidak bisa, tapi mereka mempunyai cara sendiri untuk mengikuti pelajaran.

Guru juga  perlu memvisualisasikan penjelasan melalui suara yang jelas agar para tunanetra bisa dengan mudah memahami pembelajaran. Contohnya, dengan mengatakan  “Ini tambah ini sama dengan ini” akan mempersulit murid tunanetra untuk mengerti apa yang dijelaskan oleh. Alangkah baiknya juga bila digunakan alat peraga untuk membantu visualisasi, yang juga dapat diterapkan kepada non-pendis. Siddam pun menambahkan pentingnya menjadi guru yang mengajar dengan hati, memberikan yang terbaik, kreatif dalam mengajar dan jangan takut rugi dalam berbagi ilmu.

Aware-Care-Share Competition

Selanjutnya, peserta yang hadir mengelar FGD (Forum group discussion) untuk membahas isu-isu diabilitas. Semangat yang menjadi bibit dari kesadaran itu merupakan modal yang utama untuk mengikuti Aware-Care-Share Competition, kompetisi proyek sosial yang dirancang untuk mewujudkan kesetaraan hak-hak pendis.

Untuk mempersiapkan proyek itu, para mahasiswa bersama dengan awak IDCC  dan narasumber yang hadir berdiskusi membuat action plan yang ingin mereka lakukan untuk berkontribusi dalam dunia disabilitas. Setelah dibagi ke dalam empat kelompok kecil, mereka mencoba membedah masalah yang ada dan mencari solusi yang bisa dilakukan. Action plan ini akan menjadi panduan bagi mereka untuk melakukan proyek sosial, di mana mereka akan berkompetisi dengan kelompok dari kampus-kampus lain. Di akhir tahun 2013, para perwakilan kampus ini akan berkumpul dalam sebuah konferensi nasional yang menghadirkan para pemerhati disabilitas dari berbagai kalangan. Di konferensi itulah, mereka akan berbagi pengalaman dalam melakukan proyek. Yang tak kalah menarik, akan ada pengumuman dan pemberian hadiah bagi proyek yang dinilai terbaik.

Baca:  Lomba Cipta Karya dan Baca Puisi untuk Siswa Disabilitas di SLB dan Sekolah Inklusi dari Kemendikbud (Batas Waktu 21 Juni 2020)

Proses diskusi sendiri menghasilkan kesimpulan bahwa diskriminasi terhadap disabilitas hadir karena kurangnya informasi mengenai kehidupan disabilitas itu sendiri. Akses pendis dalam bidang mobilitas, pendidikan , perkerjaan masih menjadi permasalahan yang harus segera dicari solusinya. Tak harus beraksi besar, langkah kecil pun dapat dilakukan untuk memberikan dampak yang besar. Terpilihlah salah satu koordinator dari USBI, yaitu Saudara Hendra  yang akan intensif berkoordinasi dengan panitia IDCC atas proyek yang akan mereka laksanakan dalam kurun waktu 2-3 bulan.

Kegiatan pun ditutup dengan theme song IDCC yang dinyanyikan secara bersama.

Berjuang bersemangat, kita yang paling kuat

Mengejar mimpi-mimpi yang tak pernah mati

Menggapai cita-cita, kita luar biasa

Berjuang…kau dan aku bisa…

Salam IDCC

Aware, care, share

Bagikan artikel ini
IDCC Official
IDCC Official

Anggota Indonesia Disabled Care Community (IDCC)f

Articles: 3

Leave a Reply