Jakarta, Kartunet.com – Sejumlah tunanetra muslim di Yayasan Raudlatul Makfufin mengisi waktu liburan dengan mengikuti pesantren kilat selama tiga hari (6 – 8 Juli 20011).
Liburan memang menyenangkan. Di dalamnya kita bisa bersantai, dan melepaskan diri dari segenap rutinitas yang mungkin melelahkan dan membosankan. Apalagi bagi teman-teman yang masih duduk di bangku sekolah atau kuliah. Begitu mendengar kata liburan, segera raut wajah mereka menjadi cerah. Berbagai rencana pun segera disusun untuk mengisi waktu yang dinanti-nantikan itu. Mulai dari pergi berwisata, mengunjungi kerabat di kampung, bahkan ada pula yang mau mengikuti kegiatan pesantren.
Pesantren?
Ya, tepat sekali. Dan memang itulah yang terjadi di dalam sebuah gedung bercat putih di Jl. Puspitek raya Rt. 02/05 Kampung Jati, Serpong-Tanggerang Selatan. Dari dalam gedung itu. Sesekali terdengar suara alunan Al-Quran. Sesekali pula terdengar tawa memecah kesunyian di sekitarnya. Gedung itu memang terletak di sebuah kampung yang cukup jauh dari jalan raya. Tanah kosong dan kebun-kebun berjajar mengapit jalan setapak, memisahkan satu rumah dengan rumah yang lain.
Itulah gedung Yayasan Raudlatul Makfufin. Sebuah yayasan yang bergerak di bidang pemberantasan buta huruf arab Braille. Juga menanamkan pengetahuan agama islam bagi para Tunanetra.
Dan pada tanggal 6-9 juli lalu, Raudhatul Makfufin menggelar sebuah acara bertajuk “Pesantren Mini” bagi para pelajar dan mahasiswa tunanetra. Acara ini di desain oleh Ikatan Jamaah Raudhatul Makfufin (IKJAR). Menurut Ade Ismail selaku ketua IKJAR merangkap ketua pelaksana, acara ini di gelar khusus dalam rangka mengisi waktu libur mereka.
Sementara menurut ketua yayasan, Bapak Nur Khaliq S.Q, Acara ini diadakan agar para peserta memperoleh pengalaman bagaimana rasanya tinggal di pesantren. Diharapkan setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta dapat memperoleh tambahan ilmu agama sekaligus dapat meningkatkan amal ibadah para peserta.
Para peserta “pesantren mini” ini memang didominasi oleh para pelajar dan mahasiswa tunanetra yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya. Dan mereka, sangat antusias mengikuti acara ini.
Di dalam “pesantren mini”, para peserta diajarkan untuk mandiri. Mereka tidur, makan, dan mandi dengan fasilitas ala pesantren. Mereka juga dilatih untuk disiplin serta menghargai waktu dengan mengikuti seluruh rangkain acara tepat waktu.
Di moment yang langka ini, mereka dibekali dengan materi seputar akidan, akhlak, Fiqih , serta seputar keal-Qurannan. Bagi para laki-laki, diwajibkan untuk shalat berjamaah di masjid yang terletak tak jauh dari gedung yayasan. Mereka juga melakukan qiyamul lail, zikir al-ma`tsurat, serta belajar membaca al-Quran dengan baik dan benar. Sementara untuk menghilangkan kejenuhan, mereka juga disuguhi permainan-permainan yang memeriahkan suasana.
Bukan hanya itu, mereka juga mengikuti acara “mencari jejak” . Semacam out bond yang melatih keberanian, kekompakan, serta kejelian mereka dalam menyelesaikan masalah. Dalam acara itu, mereka harus berjalan berkelompok tanpa pemandu mengitari areal kampung. Di dalam perjalanan mereka harus melewati empat pos yang telah menyediakan berbagai tugas yang harus mereka selesaikan, dalam rangka mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya.
Di hari terakhir, para peserta diajak berwisata ke kawasan pantai Anyer, Di sana para peserta mengikuti acara games yang telah disiapkan panitia sebelum akhirnya di beri kesempatan menikmati pantai dalam acara bebas.
Secara umum, acara ini mendapat tanggapan positif baik dari peserta maupun panitia. Salah satu peserta acara pesantren mini, Nur Khalidah, siswi kelas XII SMAN 66 Jakarta mengatakan.”Acaranya asyik dan seru. Baru kali ini saya berjalan sendiri di daerah baru. Saya sampai bagi-bagi tugas dengan teman agar tidak kecebur got.”
Sementara Fahrurrazi, peserta lain pun berkomentar. “Acara ini bagus, kita jadi tahu yang sebelumnya tidak tahu. Kita juga bisa melatih rasa ukhuwah islamiyah disini.”(Rafik)