Kebahagiaan Selalu Menunggumu

“Arika bangun, Nak. Sudah siang. Nanti kamu terlambat ke sekolah.” Panggil Bunda dari balik pintu kamar Arika.

Tak ada sahutan apapun, Bunda bangkit mengambil kunci cadangan dan bergegas membuka kamar Arika.

“Arika, kenapa kamu menangis Nak?” tanya Bunda kaget ketika mendapati putri semata wayangnya menangis di sudut ranjang.

“Arika nggak mau sekolah lagi Bunda, Arika malu dengan keadaan Arika seperti ini.”

“Arika, sudah berapa kali Bunda bilang, kamu harus bisa menerima takdir yang telah di tentukan Allah, keadaan fisikmu memang tak sesempurna teman-temanmu Nak, tapi Bunda yakin kamu memiliki otak yang cerdas dan hati baik, buktikan itu Nak, buktikan bahwa kamu bisa melampaui teman-temanmu.” Kata Bunda sembari mengusap lembut rambut putrinya.

“Tapi Arika sudah capek Bunda, dengan olokan teman-teman dan ajekan dari setiap orang yang melihat Arika berangkat sekolah. Mereka seolah-olah memandang Arika manusia yang hina yang tak pantas menikmati bangku sekolah.”

“Arika mungkin itu hanya perasaanmu, cobalah untuk bersikap ramah pada mereka dan bangun kepercayaan diri dalam hatimu.”

“Arika lelah Bunda, Arika lelah, Arika bersikap ramah atau tidak sama saja bagi mereka. Dimata mereka Arika hanya seonggok sampah yang tidak berguna.” Kata Arika dengan tangis yang semakin tersedu.

“Baiklah kalau itu maumu Nak, Bunda izinkan hari ini kamu tidak masuk sekolah, tapi Bunda harap siang nanti kamu bersedia menemani Bunda menghadiri majlis ta’lim yang dengan rutin Bunda hadiri. Yakinlah Nak, bahwa Tuhan tidak menciptakanmu dengan main-main. Tak ada manusia yang sempurna, selalu ada kelebihan dibalik kekurangan.” Kata Bunda bijak.

“Untuk apa lagi Bunda?”

“Nanti kamu akan tahu sendiri jawabannya.”

                                                *****

Jum’at siang itu walaupun dengan perasaan setengah hati, Arika pun pergi menuruti perintah Bundanya. Udara panas yang penuh dengan polusi membuat Arika tambah muak, apalagi dengan tatapan sinis orang-orang disekitarnya.

“BRUUUK…..”

“Masya Allah Arika…,” Teriak Bunda melihat putrinya jatuh ketika akan naik bis.

“Kamu tidak apa-apa Nak?” Tanya Bunda kuatir.

“Tidak Bunda hanya sedikit pusing, kepala Arika terbentur kaca. Rasanya tadi ada orang yang mendorong Arika.”

“Makanya Buk, kalau punya anak pincang nggak usah diajak naik bis, ajak jalan aja. Biar tidak mengganggu orang lain.” Kata laki-laki bertubuh gemuk dan berkumis tebal di samping Bunda.

“Maaf Pak, kami naik bis ini juga membayar, lalu apa hak Bapak melarang kami?” Balas Bunda tegas.

“Huh, dasar. Sudah punya anak pincang sombong lagi. Emang cuma situ aja yang punya duit?” Kata laki-laki itu dengan tatapan yang semakin merendahkan.

Bunda mengajak Arika pindah ke bangku belakang. Bunda tidak ingin mengeluarkan kata-kata yang tak berguna hanya untuk menanggapi perkataan orang yang tak mengenal rasa toleransi sedikitpun.

“Iyakan Bunda, Arika bilang juga apa, mendingan Arika pulang aja ya?”

“Kamu harus tetap ikut Bunda Nak, jangan hiraukan perkataan orang lain. Bunda yakin disana nanti kamu akan mendapatkan sesuatu yang begitu berharga.”

                                                  *****

“ Kita terlambat ya Bunda?  kok sudah ada suara orang mengaji.”

“Iya, Nak tapi kayaknya baru kok, itu suara Bu Rohana pimpinan majlis ta’lim ini. Sebelum memulai materi kajian beliau selalu memulai dengan bacaan ayat suci Al-qur’an.”

“Ooh…, pantas suaranya merdu sekali, Arika jadi merinding mendengarkannya.”

“Iya dan nanti, Insya Allah kamu akan tahu rahasia dibalik kecerdasan Bu Rohana. Bunda harap kamu bisa banyak menggali ilmu dari beliau.”

                                                 *****

“Assalamua’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.” Sapa Bu Rohana mengawali kajiannya.

“Waa’alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh” Jawab jamaah sekalian.

“Ikhwah fillah, Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat al-Fusilat ayat 35 yang artinya: Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. Adakalanya dalam hidup ini kita merasa tidak bersamangat, bahkan putus asa dalam menghadapi peliknya persoalan hidup. Padahal hanya dengan semangat dan bersabar terhadap ujian yang menimpalah kita bisa kembali menapaki kehidupan. Dan hanya dengan melakukan kerja nyata, kita dikatakan hidup.

Ya, karena hidup bukan hanya sekedar bernafas, hidup adalah melakukan kerja nyata. Hidup juga bukan untuk mencapai kesenangan pribadi, melainkan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Ikhwah fillah kita bisa memaknai kehidupan sesuka kita, namun yang lebih penting adalah menjalani dengan sebaik-baiknya. Lakukan apapun tugas kita sekarang, jalani peran kita semua, nikmati kasih sayang dari lingkungan kita. Dan bersyukurlah atas segala apa yang di anugerahkan Allah kepada kita.

Niscaya hidup ini akan terasa mudah, menyenangkan dan menantang. Betapa bahagianya bila kita mampu menjadi pribadi seperti ini. Dan sifat-sifat baik seperti ini tidak akan di hadiahkan Allah kecuali kepada orang yang sabar dan memiliki keuntungan yang besar. Semoga kita termasuk golongan hamba Allah yang tersebut dalam al-Qur’an surat al-Fusilat ayat 35 ini.” 

“Maaf Bunda, Bu Rohana itu tak bisa melihat? dari tadi pandangannya kok lurus ke arah depan terus?” Tanya Arika penasaran.

“Huusstt…, dengarkan isi kajiannya dan jangan melihat siapa yang bicara, nanti kamu akan tahu apa maksud Bunda mengajakmu ke sini.”

Arika pun kembali menyimak isi kajian itu, dan tak lupa mencatat beberapa hal yang dia rasa penting. Setelah menyampaikan materi, Bu Rohana pun memberi kesempatan kepada jamaah yang ingin mengajukan pertanyaan atau memberi tambahan terhadap isi kajiannya. Setelah itu Bu Rohana melanjutkan dengan muhasabah singkat yang begitu menyejukkan kalbu. Tak terasa butiran bening pun keluar dari kelopak mata para jamah yang mendengar setiap untaian doa yang dipanjatkan Bu Rohana. Doa yang benar-benar beliau panjatkan dari kedalaman hati sehingga bisa menembus hati pula.

Setelah majlis ta’lim ditutup dengan doa kafaratul majlis, Bu Rohana pun menyalami satu persatu puluhan jamaahnya. Bunda sengaja  memilih diantrian belakang karena beliau ingin menyampaikan suatu hal kepada Bu Rohana.

“Ibu, saya sangat membutuhkan pertolongan Ibu, bolehkah saya minta waktunya sebentar?” Pinta Bunda penuh harap kepada Ibu Rohana.

“Oh dengan senang hati Bu, apa yang bisa saya lakukan untuk Ibu?” tanya Bu Rohana ramah.

“Saya datang kesini bersama putri saya Arika. Dia memang tidak lahir sesempurna teman-temannya yang lain. Kaki kirinya tidak bisa tumbuh dengan normal. Tapi saya yakin, dia memiliki kemampuan yang sama dengan teman-temannya. Tolong Bu, bantu putri saya membangun kepercayaan dirinya. Saya sangat berharap Arika bisa setegar Ibu dan menerima segala takdir yang telah ditetapkan oleh sang maha kuasa.”

“Bisa antar saya menemui putri Ibu sekarang?”

“Baik Bu, dengan senang hati.” Jawab Bunda sambil menuntun Bu Rohana menemui putrinya.

“Arika, ini Bu Rohana. Salim dulu Nak.” Kata bunda mengenalkan Bu Rohana kepada Arika.”

“Arika, senang sekali saya bisa bertemu denganmu, walaupun saya tidak dapat melihat, tapi mata hati saya mengatakan kamu adalah gadis yang begitu cantik. Ibumu pasti bangga memiliki putri sepertimu.”

“Terimakasih Bu Rohana, Ibu juga perempuan yang begitu cantik.” Kata Arika tersipu malu.

“Nak kecantikan sejati itu tidak terletak di permukaan wajah, tapi di sini, dalam lubuk hati yang suci. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Allah tidak melihat pada bentuk fisik dan wajahmu tapi Allah hanya melihat pada kecantikan hatimu. Arika mungkin sekarang ini kamu menganggap bahwa Allah itu tidak adil, sama, dulu pun saya juga berfikir seperti itu. Tapi semakin saya menyesali takdir yang telah diberikan Allah, batin saya semakin tersiksa.

Dulu saya tidak tahu apa arti hidup itu sebenarnya. Kenapa Tuhan telah takdirkan saya lahir dalam keadaan tunanetra? Apakah Allah membenci saya? Tapi apa salah saya pada Allah? Itulah dulu pertanyaan yang selalu berkecamuk di pikiran saya. Sampai akhirnya Allah mentakdirkan saya bertemu ulama’ yang begitu bijak. Dibawah asuhannyalah saya bisa menemukan kebahagiaan dan arti hidup yang sebenarnya.

Dulu beliau pernah bilang, hidup itu bukan untuk disesali, melainkan untuk disyukuri. Kita telah terlahir ke dunia, berarti Allah telah memilih kita untuk menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini. Allah tidak menciptakan kita hanya untuk sekedar main-main atau kesia-siaan belaka. Nasihat itulah yang selalu menjadi motivasi dalam hidup saya, dan sekarang saya sadar kalau Allah tidak menciptakan saya seperti ini, mungkin saya tidak bisa menjadi seperti sekarang. Keadaan yang dulu saya sesali justru sekarang saya syukuri. Percayalah Arika bahwa Allah itu sangat sayang kepada kita.”

“Subhanallah, saya begitu kagum kepada Ibu. Walaupun dalam keadaan seperti ini Ibu bisa melantunkan ayat Al-qur’an dengan merdunya. Pengetahuan Ibu juga begitu luas. Kalau boleh saya tahu tidakkah ada orang yang, maaf, mencela Ibu? Bagaimana Ibu bisa melewati berbagai rintangan dalam menuntut ilmu itu?” Tanya Arika semakin penasaran.

“Arika, kalau kamu berfikir bisa kamu pasti bisa. Bersabarlah, buktikan bahwa kamu memilki semangat yang begitu tinggi. Niscaya Allah pasti akan menolongmu, karena Allah selalu beserta orang-orang yang sabar. Nah, dalam menghadapi celaan dari orang lain hendaknya kamu bisa menjadi seperti pohon mangga yang begitu lebat. Ketika orang-orang melemparinya dengan batu dia justru membalasnya dengan buah yang begitu manis. Serahkan segalanya kepada Allah, hidup itu begitu menarik, pada akhir kepedihan terdalam kita akan berujung menjadi kekuatan terbesar kita. Jangan jadikan celaan itu sebagai penghambat, tapi jadikan dia sebagai bahan bakar pemicu semangat.”

“Insya Allah Bu, saya akan berjuang, saya akan buktikan pada semua orang  bahwa saya bukan perempuan cengeng. Saya akan buktikan pada dunia, bahwa saya bisa berhasil ditengah ketidaksempurnaan fisik saya.”

“Insya Allah Nak, Allah senantiasa menyayangimu dan selalu memberi yang terbaik untukmu.” Kata Bu Rohana sembari memeluk Arika.

Gerimis hujan pun turun, semua ikan di lautan, pohon-pohonan dan semua binatang melata di bumi menyambutnya dengan girang. Tak lupa mereka berdoa untuk hamba-hamba Allah yang tak kenal lelah dalam menuntut ilmu. Jalan yang ditempuh oleh para kekasih Allah. Jalan untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jalan yang akan memudahkan orang mukmin menggapai jannah dan keridhoan-Nya.

Last Updated on 11 tahun by Redaksi

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *