The Sixth Sense

Pada saat istirahat, ketegangan antara Frank dan Harry sudah mulai mencair. Harry berkata kepada Frank. “Frank, kita taruhan yuk!”, “Taruhan apaan?” kata Frank. “Taruhan bola apa lagi!. Nanti malam ada big match antara Juventus lawan AC Milan. Kamu pegang apa, aku sih tahu kamu kan Milanista, jadi pasti pegang AC Milan kan!” kata Harry dengan yakinnya. Kemudian Frank agak terdiam sebentar. Ia seperti merasa sudah pernah menonton pertandingan itu tapi Ia tidak tahu kapan. Kemudian ia berkata, “Bukannya itu pertandingan sudah kita tonton?”. “Sudah pernah?, itu pertandingan baru nanti malam mau digelar tahu!” kata Harry sedikit tertawa. “Ah, tapi aku sudah tahu bahwa Juventus menang dengan kemenangan telak 3 goal tanpa balas. Tiga goal tersebut diborong oleh David Trezeguet pada menit 30, 44, dan 74”. Harry mendengarnya dengan tidak percaya, “Jadi kamu dukung Juve nih?, o.k deh kalau begitu aku akan dukung AC Milan!” kata Harry sambil menjabat tangan Frank.

***
Dalam perjalanan menuju rumah, Frank terus memikirkan kejadian-kejadian aneh yang dialaminya pada hari ini. Walaupun begitu, Ia masih belum menyadari perubahan apa yang telah dialaminya baru-baru ini. Sesampainya di rumah, Ia melihat Ibunya yang masih tetap sehat bugar dan sedang menonton telenovela di siang hari seperti biasa. Frank langsung menaiki tangga dan masuk ke kamarnya yang masih gelap. Ia lupa tadi pagi tidak merapikan kamar dan membuka tirai jendela kamarnya karena berangkat terlalu pagi. Tanpa menyalakan lampu atau apa, Ia langsung melemparkan tas sekolahnya ke sudut kamar dan menghempaskan tubuh lelahnya ke atas ranjang. Masih dalam keadaan belum ganti pakaian, Frank segera terlelap dalam tidur yang menenangkan dirinya dari serentetan kejadian aneh hari ini. Di dalam lelapnya, Frank seperti bermimpi yang kejadiannya sangat nyata sekali tidak seperti mimpi. Ia seperti sedang menunggui Ibunya di samping tempat tidur rumah sakit. Di sana Ibunya tidak sadarkan diri dan menggunakan alat bantu pernafasan. Kemudian dokter berkata padanya bahwa Ibunya terkena serangan jantung akut yang sangat berbahaya bagi keselamatannya. Setelah mendengar perkataan dokter tersebut, Frank sangat terkejut, dan tiba-tiba keadaan berobah total dan Ia masih terduduk di tempat tidurnya pada suasana dinginnya hembusan angin pagi. Frank berkata lirih, “Ah aku ternyata tertidur tadi siang sampai selama ini. Tadi aku bermimpi atau tidak ya?. Tapi sepertinya itu kejadian yang sangat nyata!. Ah, tapi aku sangat tidak percaya dengan adanya mimpi. Mimpi itukan hanya bunga tidur, jadi tidak perlu aku cemaskan”.

Seperti biasa, Frank bersiap-siap untuk berangkat sekolah di pagi hari. Setelah mandi dan selesai semua persiapan, Ia segera turun ke meja makan untuk sarapan karena perutnya sangat lapar akibat dari kemarin siang tidak makan apa-apa. Frank makan sangat lahap dan nambah sampai 2 piring. Ia memandangi Ibunya yang seperti biasa selalu memasakan makanan yang enak dan Ia menyukainya. Kemudian Ia berpamitan kepada Ibunya dan ada sesuatu yang dirasakan beda oleh Frank. Sepertinya ia tidak ingin meninggalkan Ibunya dan merasa sangat sayang sekali seperti Ia akan berpisah dengan Ibunya ke tempat yang jauh.

Di kelas, Ia dihampiri oleh Harry yang datang tepat setelah Frank tiba. “Hai bung, kamu menang. Tebakanmu tepat semua dan ini uang taruhannya.” Kata Harry dengan lemas. “Benar kan yang aku bilang, Aku merasa seperti telah mengetahui hasil dari pertandingan itu sebelumnya. Soal uang taruhan itu, aku tidak membutuhkannya dan aku juga tidak ingin berjudi dengan taruhan itu. Ambillah kembali!” kata Frank sambil mengembalikan uang taruhan itu ke saku Harry.

Selama di kelas, Frank sangat tidak berkonsentrasi dalam belajar dan selalu rasanya ingin cepat pulang karena merasa ada sesuatu yang terjadi di rumah. Ia jadi teringat oleh mimpi itu lagi, dan masih tidak percaya dengan mimpi yang Ia dapatkan tadi malam.

Bel tanda pulang sekolah berbunyi dan Frank secepat mungkin membereskan peralatan sekolahnya dan segera melesat menuju rumah. Sesampainya Ia di jalan dekat rumahnya, Ia merasa lebih tidak enak lagi. Ia melihat ada mobil ambulance parkir di depan halaman rumahnya. Ia segera berlari dan masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah, Ia melihat sesosok tubuh lemas sedang ditandu untuk di bawa ke dalam Ambulance. Frank mendekati tandu itu dan melihat Ibunya yang berada di atasnya. Kemudian Ia bertanya kepada orang terdekat yang sedang berada di dekatnya. “Apa yang terjadi dengan Mama?” tanya Frank dengan panik. “Oh, salah seorang tetanggamu melihat Mamamu yang pingsan pada saat sedang membersihkan halaman.” Jelas seorang paramedis yang mengiringi tandu Ibunya. Frank segera masuk ke dalam Ambulance. Saat itu pula, Ia langsung menelphone Ayahnya untuk memberitahukan tentang keadaan Ibunya sekarang. Di rumah sakit, Ia mengalami peristiwa yang persis sekali dengan detail pada saat mimpinya semalam. Ia mulai tersadar dengan keanehan-keanehan yang menimpanya belakangan ini. Tapi Ia masih tidak yakin dengan mimpi itu semalam. Apakah itu memang suatu pertanda, ataukah hanya kebetulan belaka.

***
Frank mulai masuk sekolah kembali setelah minta izin selama dua hari untuk menemani Ibunya yang masih belum membaik keadaannya. Sesampainya di sekolah, Frank disambut oleh teman-temannya dengan menunjukan rasa keprihatinan mereka terhadap musibah yang menimpa Ibu Frank. Saat itu, fikiran Frank masih kacau dan tidak terlalu responsif terhadap simpati dari teman-temannya itu. Kemudian temannya Harry yang baru tiba berkata, “Frank, aku turut prihatin ya atas keadaan Ibumu. Bagaimana, Ibumu sudah membaik?” tanya Harry sambil menepuk-nepuk pundak Frank. “Ah kamu Harry, terima kasih atas kepeduliannya. Keadaan Mamaku masih belum begitu baik.” Jawab Frank dengan lemas. “Semoga cepat sembuh ya. Kalau begitu, kamu jangan sedih terus dong Frank. Percayalah kalau Ibumu akan cepat membaik”. “Tidak-tidak bukan hal itu, Aku khawatir dengan mimpi-mimpiku”, “Memangnya mengapa?”. “Sebelum kejadian Mamaku itu, aku mimpi kejadian persis pada saat aku sedang ada di rumah sakit. Jadi sekarang aku takut jika akan mimpi hal-hal buruk lagi”, “Sudahlah, mimpi itu kan hanya bunga tidur, jadi jangan terlalu dihiraukan lah!. Tapi kalau mau buat dicari nomor togel sih, mimpi itu baru penting!” kata Harry bercanda mencoba untuk menghibur Frank.

Pelajaran ketiga di hari ini adalah Sejarah, salah satu pelajaran paling membosankan menurut Frank. Ia mendengarkan ocehan dari pak guru Sejarah sambil menopang dagu mencoba untuk menenangkan diri. Saat itu, entah Frank sedang tertidur atau melamun, Ia seperti melihat suatu peristiwa mengerikan yang sangatlah nyata. Di sana, Ia seperti sedang berdiri di trotoar jalan raya dekat kantor Ayahnya, dan Ia melihat mobil ayahnya yang sedang dalam kecepatan tinggi bertabrakan dengan truk yang berjalan ugal-ugalan. Kemudian Ia melihat kepala ayahnya yang tersembul keluar dari kaca mobil dengan berlumurkan darah.
Di luar antara sadar dan tidak sadar yang dialami Frank, Pak Anton guru sejarah mengamati bahwa Frank sepertinya tidak konsen dalam pelajarannya. Sehingga Ia melontarkan satu pertanyaan kepada Frank. “Coba kamu Frank, Mengapa penjajahan Belanda di Indonesia pada masa Herman Willem Deandels 1808-1811 disebut penjajahan Perancis secara tidak langsung?” tanya pak Anton dengan gaya bicaranya yang dingin. Tiba-tiba beberapa saat setelah pak Anton melontarkan pertanyaan dan tidak ada tanggapan, Frank berteriak histeris. “Tidak…., Tidak…., jangan terjadi!” teriak Frank sambil berdiri dari kursinya. “Ada apa Frank, mengapa kamu tidak jawab pertanyaan Bapak?” kata Pak Anton agak terkejut. Frank baru tersadar bahwa Ia sekarang masih berada di kelas tempatnya belajar dan suasana menjadi hening setelah kejadian tadi. Sambil membereskan tasnya dan berjalan cepat menuju ke depan kelas Ia berkata. “Pak saya minta izin karena ada sesuatu yang sangat penting!”, kata Frank berlalu tanpa menghiraukan apakah Ia diizinkan atau tidak. “hai, kamu tidak bisa pergi begitu saja. Ini masih jam pelajaran!” kata Pak Anton yang terdengar di belakang Frank. Terdengar pula kata-kata ejekan dari dalam kelasnya bahwa Ia sudah tidak waras. Tetapi Frank terus berlari menuruni tangga keluar dari sekolahnya. Tanpa meminta iazin terlebih dahulu kepada satpam ataupun guru piket, Frank berlari keluar pintu gerbang melewati elah kecil yang lupa ditutup oleh satpam. Ia terus berlari menuju ke rumahnya dengan nafas yang tersengal-sengal, berharap Ayahnya belum berangkat kerja. Sesampainya di rumah, Ia tidak menemukan mobil Ayahnya di depan rumah dan juga tidak di dalam garasi. Ia juga mencoba untuk menghubungi handphone ayahnya, tetapi ternyata Ayahnya tidak membawa handphonenya hari ini. “Ah sudah terlambat. Pa, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa!” kata Frank lirih sambil menstarter motor kesayangannya.

Last Updated on 13 tahun by Dimas Prasetyo Muharam

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

2 komentar

  1. wah, keren banget cerita lo bro. salut gua. alurnya menarik, penggambarannya juga sedap.
    nice deh pokoknya.
    anak sastra lo ya?

    mampir ke blog ku juga ya

    1. kebetulan iya bro. tapi ini dibuat pas sebelum kuliah kayaknya. ok, siapp! 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *