The Sixth Sense

Di rumah sakit, Frank mengurusi administrasi dan menunggui sampai si Kakek siuman. Vica bersedia untuk menunggu sampai si Kakek siuman pula. Setelah kira-kira satu jam, Frank meninggalkan Vica yang menunggu di luar untuk masuk ke ruangan di mana Kakek itu dirawat. Saat Frank sedang duduk di samping Kakek itu, tiba-tiba Ia mendengar suara yang parau. “aaa, Nak Frank, nak Frank” Frank terkejut dan mencari-cari sumber suara tersebut. Ternyata suara itu berasal dari Kakek yang sudah mulai siuman. “Nak Frank, terima kasih atas bantuannya sampai mengurusi biaya saya di rawat di sini. Sekarang Nak Frank pulang saja, saya sudah cukup sehat kok. Rumah Nak Frank kan di daerah Bintaro jadi cukup jauh dari sini!”, Kata Kakek itu agak terbata-bata. Frank hanya terpana mendengar semua itu dan Ia merasa sangat heran sekali. “Tidak apa-apa Kek, kita sebagai manusia kan harus saling membantu!” kata Frank masih menyembunyikan rasa penasarannya. “Sekali lagi terima kasih ya Nak Frank, itu perempuan yang bernama Vica itu sudah menunggu dari tadi lho!” kata Kakek itu seperti tidak ada kesan mengada-ada. Akhirnya Frank merasa sangat penasaran dan berkata, “Kita kan belum pernah saling mengenal dan bertemu sebelumnya, lalu dari mana Kakek tahu saya bernama Frank, rumah saya, dan perempuan yang saya temui malam ini kek?”. “Ah, itu semua Kakek tahu seperti saya sudah pernah mengalami kejadian itu sebelumnya, walaupun semua ini baru saja terjadi” Kakek itu menjelaskan. “Aku tidak mengerti” kata Frank bingung. “Ya ini seperti kemampuan yang dibilang orang-orang indera keenam begitulah. Hal ini sudah kakek alami sejak Kakek kecil. Dan Kakek juga tidak tahu kapan firasat-firasat itu datang”, Kakek itu berkata sambil terbatuk-batuk. Lalu Frank teringat dengan cerita pada buku dan film yang telah Ia tonton hari ini. Lalu Ia berfikir, “Hebat sekali kakek ini, ia mendapatkan kemampuan ini secara alami bukan dari suatu alat atau apalah!”. “Ia memang saya punya kemampuan ini dari kecil bukan karena alat-alat yang ada dalam cerita yang nak Frank tahu hari ini!” kata kakek itu mengejutkannya. “Dari mana Kakek tahu apa yang sedang saya fikirkan barusan!” tanyanya kagum. “Kakek juga tidak tahu, Kakek seperti dapat mendengar segala sesuatu yang dipikirkan oleh orang yang berada dekat dengan Kakek!”. “Wah asyik sekali dong kek, aku sebenarnya sangat ingin punya kemampuan seperti Kakek, setelah membaca buku The Sixth Sense itu!” katanya dengan kagum. “Percayalah, kamu akan mendapatkan kemampuan ini juga pada saat yang tidak terduga. Mungkin setelah pertemuan kita ini”. “Ah, tapi sepertinya tidak mungkin Kek. Itukan kemampuan yang didapatkan seseorang sejak kecil. Bahkan saya ini adalah anak yang paling sering kena tipu dari teman-teman saya. Apalagi jika mau buat alat-alat seperti di cerita itu, ah itu sangat tidak mungkin mengingat ilmu Alam saya yang buruk.” Kata Frank seperti putus asa. “Sudahlah, semua itu akan berubah. Sekarang kamu pulang saja, perempuan itu sudah menunggu lama bahkan sampai ia mengantuk di luar sana!”. Frank berpamitan dengan Kakek itu sambil mendo’akannya agar lekas sembuh. Saat Frank keluar kamar itu, Ia melihat Vica yang sudah mengantuk dan menunggu dengan bosan di kursi panjang. Frank berkata, “Ternyata benar apa yang dikatakan Kakek itu!”. “Benar apanya, lama banget sih. Sekarang kita pulang kan?” kata Vica yang agak sedikit kesal.

Sebelum Frank pulang ke rumah, Ia mengantarkan dulu Vica yang rumahnya ternyata agak berjauhan dengannya. Vica hanya menunjukan daerah di mana tempatnya tinggal. Saat mendekati jalan letak detail rumahnya, tanpa sadar seprtinya Frank sudah mendengarkan intruksi-intruksi dari Vica dan berbelok secara otomatis tanpa menanyakan terlebih dahulu kepada Vica. Lalu Frank berhenti di rumah yang berpagar hijau dan mematikan mesin mobilnya. “Di sinikan rumah mu?” kata Frank yang memandangi wajah Vica yang agak kebingungan. “Iya, kok kamu bisa tahu. Padahal aku kan tidak berkata apa-apa tadi tentang letak detail rumahku!” kata Vica keluar mobil. “Aku juga tidak tahu, semua itu berjalan saja tanpa ku sadari!” kata Frank sambil mengantarkan Vica sampai ke pintu gerbang rumahnya. “Ah sudah lupakanlah, Thanks ya, kamu cowo yang baik!” kata Vica ketika mencium pipi Frank sebagai tanda ucapan terima kasih. Frank masih berdiri malu di situ sampai Vica sudah tidak terlihat lagi di balik pintu rumahnya.

Saat tiba di rumah, Mama membukakan pintu untuk Frank dan berkata, “Kok pulangnya malam sekali Frank?” katanya agak sedikit cemas. “Tadi aku nolongin orang yang ketabrak di dekat bioskop Ma!” katanya menjelaskan. “Oh begitu, kamu memang anak baik Frank. Sekarang, kok Papamu belum pulang ya!”, “Papa nanti pulang jam 2 malam Ma, Ada lembur di kantor!”, “Dari mana kamu tahu nak?”, “Aku juga enggak tahu Ma!” Frank berlari menaiki tangga rumahnya dengan perasaan yang masih bingung. Frank langsung masuk ke kamarnya dan menghempaskan dirinya di atas ranjangnya yang empuk dan bersih serta rapi. “Ah, ini pasti Mama yang sudah membereskannya!”, kata Frank dalam hati. Tiba-tiba, secara refleks tangan Frank memegangi handphonenya sepertinya Ia tahu bahwa sebentar lagi akan ada yang menelponnya. Ternyata benar dan Ia langsung mengangkat panggilan itu dan berkata tanpa terlebih dahulu melihat screen handphonenya. “Hallo sayang Chelsea, ada apa?”, “hai Frank, kok cepet banget sih ngangkatnya?” terdengar sahutan dari ujung sana. “Aku juga enggak tahu nih, kebetulan aja kali ya!”, “Ah lupakanlah, aku mau minta maaf lagi nih, enggak bisa nemenin kamu nonton tadi”, “Ah sudahlah, aku sudah maafin kamu kok!”, “Bagaimana tadi, filmnya bagus?”, “Bagus banget, aku jadi lebih tertarik sama cerita itu!”, “Ah sudah ya kalau begitu Frank, aku mau tidur dulu. Sudah malam nih”, “O.k deh sayang, selamat tidur ya, mimpikan aku di situ”, “Aku berharap itu”, terdengar kata-kata terakhir Chelsea sebelum menutup telephonenya.

***
Frank bangun di pagi hari pertama di minggu ini. Saat ia terbangun pada dentang jam dinding empat kali, Ia seperti teringat sesuatu bahwa hari ini Ia akan ulangan matematika, terdiri lima soal yang materinya adalah Persamaan Trigonometri. Ia agak sedikit bingung, sepertinya ia sudah mengalami ulangan tersebut dan mendapatkan hasil maksimal, tetapi ia sampai sekarang belum pernah mendapatkan hasil nilai matematika setinggi itu. Tanpa merasa sedikitpun keanehan, Frank segera mandi dan mempersiapkan peralatan sekolahnya seperti biasa. Sebelum berangkat, ia sedikit belajar materi yang akan diulangkan pagi hari ini. Sesampainya di sekolah, Ia langsung menuju ke dalam kelasnya walaupun suasananya masih terlalu sepi. Ia duduk di kursinya dan mulai membuka-buka buku matematika yang bertuliskan Persamaan Trigonometri pada judul babnya. Tanpa Ia sadar, teman sebangkunya Harry tiba. “hai Frank, ngapain luh pagi-pagi gini udah datang!. Pake belajar matematika lagi, hari ini kagak ada ulangan tahu!” kata Harry sedikit mencibir. “Memangnya kamu tidak tahu, hari ini kita kan akan ulangan dan materinya adalah seperti yang sedang ku baca sekarang ini!” tegas Frank dengan yakin. “Ah massa Frank, sepertinya sejauh yang aku ingat, pak Simpson tidak pernah berkata akan ada ulangan. Lagi pula kelas lain juga belum memberikan bocoran padaku. Coba aku tanya Rita. Hai Rit, memangnya kita sekarang ada ulangan Matematika?” tanya Harry pada Rita cewe paling pintar di kelas. “Hah ulangan, mana mungkin. Tahu dari mana kamu Frank?. Aku yang anak kesayangan pak Simpson saja tidak diberitahu kalau ada ulangan, apa lagi kamu Frank!. Mengigau kali kamu!” kata Rita sambil tertawa kecil. “Aku juga tidak tahu, sepertinya aku sudah pernah mengalami ulangan ini dan akan mendapatkan nilai 95 dengan hanya salah sedikit pada nomor 3 soal itu!” kata Frank sambil meneruskan konsentrasinya pada buku matematikanya.

Kemudian bel tanda masuk kelas berbunyi. Pak Simpson guru Matematika yang mengajar jam pertama di kelas itu, masuk dengan langkah-langkahnya yang tegap ke kelas. “Selamat Pagi anak-anak!. Hari ini kita ada ulangan matematika mendadak. Bapak sengaja melakukan ini untuk menguji kesiapan kamu terhadap materi kita sekarang ini.” Kata Pak Simpsons dengan tegas dan dibalas oleh suara protes dari anak-anak kelas itu. “Sudah-sudah, sekarang siapkan alat tulis dan kertas ulangan kalian. Tidak ada buku yang berbau matematika di meja ataupun laci kalian sekarang!”. Frank merasa sangat bersyukur sekali karena telah belajar materi yang akan diulangkan hari ini, yang ternyata benar adalah soal-soal tentang Persamaan Trigonometri. Rita dan Harry hanya memberikan lirikan sinis kepada Frank yang mengira Ia sudah mendapatkan bocoran atau berbuat curang kepada mereka.

Satu jam telah berlalu dan pak Simpson menyuruh mereka untuk mengumpulkan soal dan jawaban mereka semua. Frank mengumpulkan jawaban yang dapat ia selesaikan semuanya dengan baik kecuali pada soal nomor tiga. Pak simpson memanfaatkan waktu 30 menit yang tersisa untuk memeriksa hasil-hasil jawaban dari mereka. Saat itu, anak-anak menjadi tegang menunggu hasil ulangan mereka. Ada keluhan-keluhan menyesal karena mereka mengerjakan soal dengan salah, dan ada juga keceriaan bagi mereka yang yakin benar mengerjakannya. Saat itu, Rita dan Harry masih mendiamkan Frank karena masih curiga terhadapnya. Pak Simpson selesai memeriksa dan berkata. “Semua hasil jawaban kalian telah bapak periksa. Semuanya mendapat hasil yang buruk, kecuali ada satu orang yang mendapatkan nilai 95 karena hanya salah sedikit pada soal nomor 3. Orang itu adalah…., Frank!”. Terdengar suara tepuk tangan riuh dari anak-anak sekelas kecuali masih Harry dan Rita. Harry dan Rita masih tidak percaya dan menganggap Frank telah berbuat curang. Frank juga merasa bingung bagimana Ia bisa tahu terlebih dahulu akan ada ulangan matematika, bahkan Ia bisa tahu hasil dan salah pada nomor berapa sebelumnya.

Last Updated on 13 tahun by Dimas Prasetyo Muharam

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

2 komentar

  1. wah, keren banget cerita lo bro. salut gua. alurnya menarik, penggambarannya juga sedap.
    nice deh pokoknya.
    anak sastra lo ya?

    mampir ke blog ku juga ya

    1. kebetulan iya bro. tapi ini dibuat pas sebelum kuliah kayaknya. ok, siapp! 🙂

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *