Hak Politik Penyandang Disabilitas masih Terabaikan

Makassar – Pemilu 2014 sudah di depan mata tapi hak politik penyandang disabilitas masih belum terpenuhi. Mulai dari tak adanya data yang akurat mengenai jumlah penyandang disabilitas di Dinas Sosial Sulawesi Selatan, hingga keberadaan alat bantu saat proses pemilihan yang kurang.

Dari Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulsel, Bambang Permadi diperkirakan ada 255.000 penyandang disabilitas di Sulsel. Dari jumlah itu, sekitar 175 ribu atau 80% lebih yang memiliki hak pilih. Jumlah terbesar di Makassar mencapai 36 ribuan dengan hak pilih berkisar 2.555 orang.

Baca:  Sosok Ismail yang dirindukan dalam perjuangan disabilitas

Jumlah penyandang disabilitas tuna daksa mendominasi dengan kisaran 42 persen disusul tuna netra dan tuna rungu 25 persen. Sementara data World Health Organization (WHO) yang disampaikan Forum Advokasi dan Penyadaran Hak Asasi Penyandang Disabilitas (Faham) Pengcab Sulsel menyebut 5 persen dari jumlah penduduk Sulsel merupakan penyandang disabilitas.

“Dengan asumsi penduduk Sulsel 10 juta saat ini, maka jumlah disabilitas berkisar 500 ribuan. 80 persen diantaranya atau sekitar 400 ribu yang memiliki hak pilih,” kata Ketua Faham Pengcab Sulsel, M Sonny Sandra, Sabtu 1 Maret. Namun sayangnya, pemenuhan hak politik penyandang disabilitas masih minim. Setiap pemilu, keberadaan mereka kerap diabaikan.

“Ini yang terus kami perjuangkan, bagaimana hak politik penyandang disabilitas diberikan,” katanya. Mulai dari penyediaan TPS yang aksesibel bagi disabilitas, penyediaan template untuk kemudahan mencoblos dan sosialisasi yang bisa diterima semua penyandang disabilitas seperti tuna rungu, tuna netra, tuna daksa dan lain sebagainya.”

Soal template bagi pemilih tunanetra, disebut sejak Pilgub dan Pilwalkot lalu penyediaannya terkesan asal. Itu karena standar yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Akibatnya justru merugikan sebab banyak diantara mereka yang akhirnya salah coblos.

“Kalau pengerjaan pusat, templete itu bermitra dengan perwakilan penyandang disabilitas sehingga sesuai kebutuhan kami. Bukan diserahkan penuh ke percetakan yang akhirnya mengcopy dan tidak pas,” katanya.

Distribusi templet tersebut pun tidak merata ke semua TPS. Dalam pileg 2014 ini bahkan template yang disiapkan KPU hanya untuk kertas suara calon anggota DPD, itupun jumlahnya 10 persen dari total TPS yang ada. Artinya, sebahagian besar TPS di Sulsel tidak dilengkapi template untuk pemilih tunanetra.

Terpisah, Anggota KPU Sulsel, Misna M attas menyebut kebutuhan template untuk kalangan disabilitas memang tidak bisa dilakukan penuh pada tingkatan caleg DPR provinsi, kabupaten kota dan pusat. Persoalannya kendala biaya. “Setidaknya kita mengupayakan buat TPS se aksesibel mungkin. Misal dari akses masuk ke TPS yang lebar dan penempatan bukan di ketinggian. Ini upaya kami memudahkan rekan disabilitas,” kata Misna.

Baca:  HURUP BRAILLE IDENTITAS TUNANETRA

Perhatian pemerintah pada hak politik penyandang disabilitas memang belum optimal. Terbukti dari masalah klasik soal anggaran yang selalu jadi penghalang. Padahal ada wacana sekian ratus milyar untuk insentif para saksi partai politik di TPS yang sebetulnya dapat direalokasi ke kebutuhan pemilih penyandang disabilitas.(DPM)

sumber: Fajar

Bagikan artikel ini
Dimas Prasetyo Muharam
Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Articles: 313

Leave a Reply