Jangan Salahgunakan Fasilitas untuk Disabilitas

Jakarta – Dewasa ini, pembuat kebijakan mulai semakin peka akan pentingnya ketersediaan fasilitas penunjang aksesibilitas bagi kaum disabilitas. Walaupun di Indonesia masih terdapat banyak ruang publik dengan tingkat aksesibilitas dan kenyamanan yang perlu ditingkatkan, namun di beberapa tempat sudah mulai bermunculan sarana pembantu aksesibilitas bagi disabilitas; seperti jalur khusus untuk tunanetra dan pengguna kursi roda di ruas jalan, prosedur mendahulukan kaum disabilitas ketika hendak menaiki sarana transportasi umum, spot parkir khusus untuk disabilitas, toilet khusus pengguna kursi roda dan lain-lain.

Baca:  Kasus Ruyati dan Impotensi Negara

Sayangnya, kadang terjadi kasus di mana anggota masyarakat yang bukan berasal dari kalangan disabilitas justru memanfaatkan dan menyalahgunakan sarana-sarana tersebut. Oknum-oknum ini biasanya melakukan hal-hal seperti menyerobot ruang parkir khusus disabilitas, duduk di kursi-kursi dalam kereta atau bus yang sebenarnya khusus diperuntukkan bagi disabilitas, dan lain-lain. Bahkan kadang tak segan pula orang yang sama sekali bukan disabilitas justru berpura-pura menjadi disabilitas agar dapat menikmati saranan dan pelayanan istimewa, seperti yang terjadi di bandara-bandara tertentu.

Seperti umum berlaku dalam kebijakan boarding pesawat, penumpang dengan disabilitas biasa diperkenankan untuk masuk lebih dulu ke dalam pesawat dan tidak perlu mengantri dengan penumpang lainnya. Konyolnya, kebijakan ini malah jadinya sering dimanfaatkan oleh oknum penumpang yang berpura-pura tidak bisa berjalan sehingga diperbolehkan memakai fasilitas kursi roda yang tersedia. Oleh kalangan internasional, fenomena ini disebut “Mukjizat Penerbangan” karena orang yang awalnya tak bisa berjalan saat hendak menaiki pesawat ternyata bisa segar bugar kembali setelah pesawat sampai di tempat tujuan. Staf bandara dan maskapai pun seringkali jengah untuk benar-benar mengklarifikasi apakah penumpang bersangkutan benar-benar disabilitas atau memang hanya akal bulus saja.

Kasus di atas hanyalah salah satu contoh dari penyalahgunaan fasilitas untuk disabilitas. Seringkali, justifikasi dari oknum pelaku adalah bahwa mereka merasa tidak merugikan kaum disabilitas secara langsung. Daripada fasilitasnya tidak dipakai, kenapa tidak dipakai saja oleh saya? Begitulah kira-kira pembelaan yang keluar dari para “disabilitas dadakan” ini. Namun, sayangnya tidak terpikir oleh mereka bahwa hal seperti ini justru dapat menjadi stigma yang merugikan bagi disabilitas.

Bukan tidak mungkin ke depannya fasilitas khusus disabilitas tidak jadi dibuat atau diteruskan karena dalih pertimbangan “hanya memakan biaya, sementara yang memakai justru dari kalangan non-disabilitas.” Padahal, walaupun hanya satu disabilitas pun yang memakai, fasilitas dan sarana aksesibilitas harus tetap menjadi standar yang berlaku di ruang publik seperti telah digariskan dalam Undang-undang No.19/2011, yang juga diperkuat dalam poin keempat UU No.17/2003, bahwa negara harus membiayai penyediaan fasilitas penunjang aksesibilitas bagi disabilitas. Bila memang terdapat fasilitas yang kurang sering dipergunakan oleh disabilitas, langkah berikutnya yang harus ditempuh adalah sosialisasi lebih gencar sehingga disabilitas mengetahui tentang hal –hal tersebut dan dapat memanfaatkannya sekaligus pengawasan lebih ketat agar tidak ada oknum yang menyalahgunakannya.

Baca:  Kekerasan di Sekolah

Salah satu penyakit akut masyarakat umum Indonesia adalah kebiasaan mengeluhkan fasilitas publik dan pihak otoritas yang bertanggungjawab, sementara mereka sendiri masih sering kurang tenggang rasa dalam pemanfaatan fasilitas publik. Padahal, tingkat kenyamanan seseorang dalam mempergunakan fasilitas publik juga sangat dipengaruhi oleh sesama pemakainya. Alangkah memalukannya bila kita memakai sesuatu yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk kita, bahkan sampai merugikan mereka yang memang sangat membutuhkan fasilitas tersebut. Akan lebih bagus lagi bila masyarakat umum mau berinisiatif mengarahkan disabilitas ke fasilitas-fasilitas yang aksesibel, sehingga beban para petugas di lapangan pun ikut berkurang.

Berkontribusilah agar ruang publik dapat dinikmati semua kalangan dan hindari penyalahgunaan sesuatu yang memang bukan hak Anda. (RVN)

Bagikan artikel ini
Muhammad Yesa
Muhammad Yesa

Editorial staff at Kartunet.com

Articles: 8

Leave a Reply