Perbedaan Job Fair Umum Dengan Job Fair Difabel

Seseorang berdiri di depan boot perusahaan, KJF 2024/IMGBB

Definisi Job Fair

Kartuneters, pernah mendengar job fair?
Ya, semua orang tidak asing dengan istilah ini. Event besar ini menjadi ajang bagi perusahaan untuk menjaring kandidat karyawan atau employee memasuki dunia kerja sesuai dengan kualivikasi yang sudah ditentukan.

Job fair juga menjadi wadah untuk para job hunter menemukan pekerjaan impian mereka.

Perlu diingat, bahwa selama ini job fair lebih banyak diminati oleh kalangan non difabel.

Baca:  Takkan Ada Asap Jika Tak Ada Api

Apa saja sih, perbedaan dari kedua event job fair ini? Dari kedua job fair tersebut, manakah yang jadi sorotan untuk kita sebagai kaum difabel?

Job Fair Umum

Bukan tanpa alasan, kebanyakan acara-acara seperti ini menjadi incaran teman-teman non difabel, ada beberapa faktor yang membuat job fair diminati, diantaranya:

  1. Banyak ragam loker yang dipresentasikan, baik dalam boot, atau
    saat di atas podium.
  2. Para job hunter bisa bertanya langsung dengan hrd
    masing-masing perusahaan.
  3. Bisa take action segera mengirim surat lamaran beserta CV, atau bisa survey pekerjaan terlebih dahulu.
  4. Pilihan dalam pemberkasan CV dan surat lamaran, bisa via surel, tautan formulir berupa kode QR yang bisa dipindai dengan kamera, serta pemberkasan konvensional.
  5. Masih banyak lagi.

Job Fair Difabel

Sekarang, bagaimana dengan job fair khusus difabel? apakah sama ramainya dengan job fair umum? Secara antusias, apakah sama?

Itu yang menjadi pertanyaan job hunter difabel, seperti saya. Bukan bermaksud untuk membandingkan, serta mencela, psaya mengungkapkan apa yang terjadi pada event job fair difabel secara umum.

Ada beberapa poin yang menjadi refleksi saya ketika mengikuti job fair khusus difabel, diantaranya:

  1. Perusahan yang menyediakan loker khusus difabel bisa dihitung
    dengan jari, atau hanya satu perusahaan.
  2. Antusias job hunter difabel hanya segelintir orang.
  3. Kurangnya sosialisasi loker yang dibutuhkan sesuai dengan
    kualifikasi, dan kualifikasi tersebut sesuai dengan kondisi serta
    kemampuan difabel.
  4. Kurang maksimal partisipasi dari kaum difabel itu sendiri.
  5. Terkendala akses informasi loker sesuai minat.
  6. Dunia kerja difabel terpaku pada sektor pendidikan formal, kesehatan, dan seni, terutama seni musik dan pantomim.
  7. Stikma negatif yang masih mengakar.

Penutup

Sebenarnya masih banyak poin yang bisa disampaikan, namun karena keterbatasan waktu, in syaa Allah, kita diskusikan soal job fair di lain waktu.
Untuk saran dan masukan, bisa disampaikan melalui:

Ingin tulisanmu diterbitkan di Kartunet? kirim naskah karyamu melalui redaksi@kartunet.com!

Untuk informasi selengkapnya, bisa buka di tautan berikut

Bagi yang ingin join, bisa klik tautan di sini.

Bagikan artikel ini
Prima Agus Setiyawan
Prima Agus Setiyawan

Kontributor Kartunet sejak tahun 2017. Suka dengan ngemsi, nyanyi, nulis, audio enthusiast.

Articles: 5

5 Comments

  1. banyak, mas, diantaranya, pendidikan kurang, informasi yang beredar belum sampai sasaran, dari difabelnya sendiri merasa inverior hanya karena stikma yang mengakar, ngenes lagi, merasa nggak bisa.

  2. analisa yang menarik mas. kira2, apa ya faktor rekan2 difabel kurang antusias mengeikuti job fair yang dikhususkan untuk difabel? Padahal kalau kita cek secara umum, masih banyak rekan2 difabel usia produktif yang menganggur ketimbang yang bekerja penuh waktu.

Leave a Reply