Penyandang Disabilitas sering Diabaikan di Kereta Api

Jakarta – Fenomena berebut kursi penumpang di transportasi umum seperti kereta sudah lumrah dilihat. Salah satu yang menjadi korban dari itu adalah penyandang disabilitas yang sebetulnya mendapat alokasi kursi prioritas dalam gerbong kereta api.

Kondisi sarana transportasi umum memang masih jauh dari kata layak dan nyaman. Jumlah moda yang tak sebanding dengan banyaknya pengguna, menjadikan kursi di waktu-waktu sibuk sebagai barang langka. Akibatnya, masyarakat kita menjadi makin egois dan mementingkan kenyamanannya sendiri, termasuk menempati kursi-kursi yang bukan haknya.

Baca:  Membangun Kualitas Diri dengan Cinta

Kasus ini sontak menjadi perhatian publik setelah beberapa waktu lalu ada pengguna Twitter yang mengunggah foto seorang penyandang disabilitas yang duduk di atas lantai kereta api Commuter Line, sedangkan di dekatnya ada kursi prioritas yang diduduki oleh tiga orang laki-laki sambil membaca koran. Twit dengan hashtag #BerbuatBaikItuSulit tersebut menjadi pembicaraan beberapa waktu lamanya, dan tindakan tiga orang laki-laki tersebut mendapat kecaman para twitlanders.

Setiap gerbong KRL memang dilengkapi bangku prioritas untuk wanita hamil, lansia, penyandang disabilitas dan ibu membawa balita. Ada 12 kursi di setiap gerbong. Namun lagi-lagi ada penumpang yang tak tahu diri cuek saja duduk di kursi itu.

Dikutip dari Merdeka.com (08-03), banyak penumpang yang memangmengeluhkan makin lunturnya empati di kalangan masyarakat. Sering seorang yang terlihat segar bugar, tapi dengan tak acuhnya duduk di kursi prioritas dan tertidur pulas tanpa peduli bahwa kursi itu bukan haknya sebagai penumpang. Bahkan ketika disindir oleh penumpang lain, merasa tak peduli dan meneruskan duduk di kursi tersebut.

“Banyak orang naik KRL sekarang cuek saja lihat penumpang hamil atau bawa anak. Nggak ada empatinya sama orang cacat. Padahal pada sehat, tapi tetep aja duduk di kursi prioritas. Banyak yang pura-pura tidur, biar nggak disuruh pindah,” curhat Ratna seorang penumpang Commuter Line.

Ratna menyesalkan tindakan seperti itu. Sayangnya lagi hal ini dilakukan orang-orang berpendidikan.

“Jangan dikira orang kantoran yang rapi itu toleran. Mereka juga nggak tahu aturan. Duduk santai sambil baca koran, main smartphone. Sayang kan orang berpendidikan kelakuannya seperti itu,” keluhnya.

Jessie (29), seorang pengguna KRL Bogor-Jakarta punya kenangan buruk saat meminta kursi prioritas pada seorang laki-laki. Saat itu Jessie sedang hamil 7 bulan.

Baca:  Kesalahpahaman Program Inklusif di Indonesia

“Saya minta tempat duduk. Laki-laki itu bilang kalau hamil jangan naik KRL dong. Saya juga bayar,” tutur Jessie menceritakan hal itu kepada merdeka.com.

Tapi tak selamanya penumpang kurang ajar seperti itu. Ryan, seorang warga Bojong Gede mengaku selalu memberikan kursi jika lihat ada seorang penumpang tunanetra. Dia malu duduk kalau ada lansia, ibu-ibu atau wanita hamil berdiri.

“Nggak semua penumpang menyebalkan kok. Banyak yang masih toleran. Cuma yang menyebalkan dan tak tahu diri memang makin banyak,” kata Ryan.

Andi, seorang petugas keamanan Commuter Line mengakui personel yang berjaga di atas rangkaian KRL memang kurang. Dulu saat masih ada pembagian KRL ekonomi dan CL, memang petugas selalu berkeliling untuk menanyakan karcis. Tapi sekarang tidak ada, karena PT KCJ menerapkan sistem tap in tiket pada pintu di stasiun.

“Saya sih masih keliling gerbong. Memang banyak nggak tahu aturan. Mungkin dari manajemen bisa disosialisasikan lagi kesadaran untuk kursi prioritas,” kata Andi.

Memang kesadaran perlu digalakkan oleh pihak-pihak yang mengatur sarana transportasi publik. Tanpa adanya teladan baik daripemimpin dan penegakkan aturan yang tegas, maka mustahil rakyat dapat mengatur dirinya sendiri. Kursi prioritas memang dialokasikan bagi kategori-kategori yang memerlukan. Ketika penumpang umum mempersilakan penyandang disabilitas untuk duduk di kursi tersebut, seharusnya itu bukan karena rasa kasihan belaka, tapi karena sadar bahwa kursi itu bukan haknya. Jadi, diperlukan perhatian dari pemerintah agar masyarakat tidak semakin kehilangan empati pada sesama.

sumber: Merdeka.com

Bagikan artikel ini
Dimas Prasetyo Muharam
Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

Articles: 313

Leave a Reply