Terakhir diperbaharui 7 tahun oleh Redaksi
Jakarta – Mobilitas menjadi persoalan utama yang menghambat aktivitas seorang tunanetra. Dengan lingkungan fisik di Indonesia yang belum mendukung aksesibilitas, tak sepenuhnya mudah bagi seorang tunanetra bepergian mandiri. Ditambah dengan fasilitas transportasi umum yang belum memadai, menyebabkan para tunanetra minim dijumpai di ruang-ruang publik. Selain itu, kesasar di jalan atau salah turun dari kendaraan umum juga persoalan klasik yang dihadapi oleh mereka. Apabila tak ada orang yang dapat ditanyai sepanjang perjalanan, maka kesasar atau tersesat jalan jadi makanan sehari-hari seorang tunanetra yang bepergian.
Akan tetapi, ada kabar gembira dari anak-anak muda Indonesia yang punya kepedulian dan inisiatif untuk mencoba mengatasi masalah tunanetra tersebut. Beberapa mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, menciptakan sebuah alat yang dinamakan Combo Cane. Alat tersebut berupa sebuah tongkat pintar yang biasa digunakan oleh tunanetra untuk bermobilitas, akan tetapi dilengkapi dengan teknologi canggih untuk mengingat arah dan rute perjalanan tunanetra. Berikut adalah cuplikan beritanya yang dimuat di Okezone pada Jum’at 31 Januari 2014.
Ingin ambil bagian, Muchammad Adip dan rekan-rekannya mencoba melahirkan inovasi baru bagi tunanetra berupa tongkat pengingat jalan yang diberi nama Combo Cane. Inovasi itu bahkan mengantarkan mahasiswa Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut meraih juara tiga dalam kompetisi bidang biomedical eingeering internasional bertajuk The International Conference on Biomedical Engineering (ICBME).
Inovasi tersebut dihasilkan Adip setelah terlebih dahulu melakukan observasi terhadap salah satu SLB terbesar di Yogyakarta yang menangani masalah ketunanetraan, yakni SLB Yaketunis. Melalui observasi tersebut, peraih beasiswa Tanoto Foundation itu berhasil mengidentifikasi beragam keluhan yang dirasakan para tunanetra.
“Kami berbincang dengan tunanetra di sana. Mereka kesulitan mengidentifikasi dan mengingat jarak. Kalau jarak dekat tidak masalah tapi kalau jauh kasihan. Selain itu, untuk membeli alat-alat penunjang bagi tunanetra mereka pun terhalang dengan masalah keuangan,” ujar Adip di UOB Plaza, Thamrin, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Dia menjelaskan, Combo Cane serupa dengan tongkat bantu tunanetra pada umumnya. Namun, tongkat ini dilengkapi dengan fitur tambahan yang lebih canggih. Salah satunya kemampuan Combo Cane untuk mengingat jarak dari lokasi A ke lokasi B.
“Combo Cane berfungsi seperti tongkat tunanetra lainnya tapi juga bisa mengingat jarak dan dilengkapi microprosesor. Kelebihan lain, alat ini bisa menentukan rute tercepat dengan biaya termurah selama dalam jarak tersebut aman untuk dilalui,” tuturnya.
Selain itu, Combo Cane juga dilengkapi dengan GPS dan navigasi yang berfungsi layaknya aplikasi yang digunakan pada mobil. Tidak hanya itu, terdapat pula flourescent pada tongkat tersebut yang dapat berpendar sehingga menghindarkan tunanetra dari pengendara mobil di malam hari.
Adip menyebut, alat tersebut sudah diujicobakan kepada para tunanetra di Yaketunis dan mendapat tanggapan yang positif. Namun, untuk sampel, Adip melakukannya di Negeri Singa dengan berbagai pertimbangan.
“Kami ambil sampel di Singapura karena biomedical engineering di Indonesia belum berkembang. Manufakturnya belum mumpuni. Beda dengan Singapura dan Malaysia. Makanya kami mengambil sampel di Singapura,” ungkap Adip.
Dia berharap, ke depan, pemerintah Indonesia semakin menaruh perhatian terhadap dunia biomedical engineering. Sebab, dalam perkembangannya, alat kesehatan bukan barang sekunder tapi juga ke arah primer, seperti di Jepang, Singapura, dan Malaysia.
“Keberadaan alat-alat seperti ini dapat membantu mereka (kaum disabilitas) untuk bisa mandiri. Sehingga ketika orang lain tidak ada, tongkat ini bisa membantu mereka beraktivitas secara normal,” imbuhnya. (ade)
Dari kabar gembira ini, bagaimana tanggapan Anda? Mungkin ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan seperti harga produk setelah dipasarkan secara bebas dan juga keandalan. Dari segi harga, perlu diingat bahwa mayoritas tunanetra masih hidup di bawah garis kemiskinan. Jangan sampai hanya tunanetra yang berasal dari keluarga berada saja yang mampu memiliki tongkat pintar tersebut. Selain itu, segi keandalan juga dibutuhkan agar dapat tetap dipakai saat kondisi cuaca apapun. Akan sangat berbahaya jika perangkat elektronik tersebut menjadi rusak akibat terkena cipratan air hujan. Mari berikan komentarmu mengenai ini.(DPM)