‘EPILOG’ JIKA RASA BERKATA

Lekat, dipandangnya lekat-lekat sosok di hadapannya. Cantik?? Begitukah yang ia pikirkan?? Manis?? Begitukah yang ia pikirkan?? Entahlah…tak ada yang dapat dibaca dari ekspresi gadis berpita merah jambu itu. Lalu apa yang ia cari dari sosok di hadapannya?? Ah, mungkin ia sedang berkomunikasi dari hattke hati dengan sosok di hadapannya. Betulkah??

 

Patah!! Tatapan gadis itu akhirnya patah. Pecah berkeping-keping, luluh lantak bagai cermin terkoyak tangan jiwa yang putus asa. Ya, patah…tatapan gadis itu akhirnya patah oleh badai di kedua matanya. Badai memang akhirnya bergemuruh di kedua matanya. Mendatangkan hujan, mengoyak kejernihan nyawa yang bersemayam di dalam bola mata itu.

 

Jatuh terduduk kini gadis berpita merah jambu itu. Matanya masih basah oleh bulir bening penuh makna. Wajahnya tertunduk bagai pesakitan yang baru diberitahu sang Takdir bahwa esok ia akan menghadap Tuhan dengan iring-iringan suara tembakan yang bergemuruh di sekujur tubuh. Suram, miris, begitu memelas…

 

Dua ekor jangkrik berkejaran di balik jendela. Si jantan sepertinya minta kawin tapi si betina sepertinya sedang tak ingin. Berlarian di antara belukar, tak peduli sinar rembulan yang menyaksikan, itulah sepasang jangkrik yang terjaga dalam dinginnya malam.

 

Gadis itu masih terduduk. Wajahnya masih tertunduk. Bulir bening masih turun di kedua matanya, tapi kali ini sudah tak begitu lebat. Lantas, dikumpulkannya tenaga untuk menopang kedua kakinya. Berat…terasa berat bagai ada beton yang menggelayut di kakinya.

 

Krik…krik…krik…lengkingan suara jangkrik betina akhirnya memecah kesunyian malam. Sekuat apapun si jangkrik betina berlari menghindari si jantan yang ingin kawin, tapi jantan tetaplah jantan. Perkasa dan kerap membuat betina luluh lantak. Seperti itu jugakah lelaki?? Lelaki kami, mereka atau mungkin lelakimu??

 

Seiring lengking jangkrik betina tadi, gadis berpita merah jambu itu pun akhirnya mampu berdiri di atas kedua kakinya. Lagi, ia tatap lagi sosok di hadapannya. Kali ini tatapanya sedikit berbeda. Ya, memang tetap lekat, tapi kini tatapannya begitu mudah terbaca. Marah, kecewa, putus asa, penuh luka, merasa iba, dan tak memiliki logika…semuanya terangkum dalam tatapan gadis berpita merah jambu itu.

 

Ah, kini memang dapat ditebak. Mungkinkah ekspresi yang kini muncul adalah gumpalan rsa yang sedari tadi ia tutupi???

 

Badai kini kembali datang di kedua matanya. Bulir bening turun begitu deras di ekor matanya. Tatapannya kembali patah, tapi kini tubuhnya tak lantas meluncur ke lantai. Ia tetap berusaha tegar, tegar berdiri di hadapan sosok yang sedari tadi diamati. Perlahan, bahkan sangat pelan, gadis itu berusaha menggerakan tangannya.

 

Si jantan keluar dari belukar. Melenggang penuh kebanggaan. Dan si betina, sibuk menata diri di antara bayangan si jantan. Ia sendiri, ditinggal si jantan yang akhirnya menang.

 

Tangan itu telah terangkat. Lantas disentuhkannya tangan itu pada sosok di hadapannya. Ia berusaha menyentuh wajah sosok di hadapannya, tapi…tapi itu hanya mimpi. Ia tak dapat menyentuhnya karena sosok di hdapannya pun telah mengulurkan tangannya. Tangan akhirnya hanya puas bertemu tangan. Sesak, hati gadis itu kemudian sesak, bahkan sangat sesak. Lantas kuat-kuat ia kepalkan tangannya seolah siap menghantam siapa pun yang ada di hadapannya. Apakah sosok di hadapannya akan ia hantam?? Akan ia hancurkan?? Itukah puncak rasa yang telah ia pendam??

 

Prang…patahan kaca menjerit kesakitan. Amis, penuh darah, terasa menyakitkan. Dan, sosok di hadapan gadis berpita merah jambu itu kini telah tiada. Binasa…benar-benar binasa.

 

Gadis itu kemudian melangkah pergi. Pegi meninggalkan pecahan cermin yang teronggok di lantai. Ia terus melangkah, entah akan kemana, terus melangkah, tanpa peduli darah yang mengalir di jemarinya.

 

Biarkan darah itu menjadi jejak. begitu pikir si gadis. Jejak??? Jejak untuk siapa?? Untuk sosok yang telah dihancurkannya?? Ah, lucu…bukankah yang gadis itu hancurkan adalah dirinya sendiri?? Ah, ya…yang ia hancurkan bukanlah orang lain, bukan, ya bukan..yang ia hancurkan adalah ia, dirinya sendiri.

 

Diposting juga di Facebook pribadi

Last Updated on 10 tahun by ekka Pratiwi Taufanty

Oleh ekka Pratiwi Taufanty

Kontributor kartunet.com. I just got my bachelor degree like a couple of months ago. Kuliah Sastra Inggris di Universitas Dian Nuswantoro. Nyambi jadi pengurus di DPD Pertuni Jawa Tengah juga. I'm a job seeker lol Suka banget sama nulis meski kurang komitmen juga lol Dulu pengen punya julukan "Penulis", tapi sekaarang gak mau. Lebih suka dipanggil sebagai seseorang yang suka nulis aja sih lol

3 komentar

  1. uuuu dahsyat. Gaya menulis kamu sudah sangat improved ya. bravo! ini kan epilog, berarti masih ada yang selanjut-lanjutnya dong?

    1. heehhe makasih mas. hmmm belum terlalu berkembang sih mas sebenernya hehehe. ya mohon dibimbing terus ya mas dimas LOL. hmm ya Insya Allah ada terusannya hahahaha

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *