Seperti biasanya saya selalu membuka situs berita untuk membaca berita-berita yang tersaji hari ini atau yang telah lewat. Karena situasi politik saat ini sedang memuai di negeri yang menjunjung tinggi budaya menghormati, situs-situs yang saya kunjungipun dilumuri oleh berita-berita politik yang terkadang juga menggelitik. Sebagai selingan selain membuka situs-situs berkonten berita umum, hanya situs kusus berita olahraga saja yang tidak menjadi panggangan untuk memanaskan berita politik.
Menggelitik setelah membaca isi dari berita-berita yang tersaji baik menggelitik karena isi dari beritanya atau karena analisis saya yang memaksakan berita itu untuk mengelitiki diri saya akibat merasa pelik oleh situasi. Saat jari-jari saya bergerak menyeret kursor untuk membaca berita, tiba-tiba gerakan jari ini berhenti pada sebuah judul berita dengan diksi “Masjid Didsbury Manchester Memanjakan lansia dan penyandang cacat.” Sejenak saya terdiam kenapa dan mengapa kemudian berita tersebut saya buka lebih lanjut dengan menekan sebuah tombol enter maka terbukalah isi beritanya. Ternyata memang benar apa yang saya temukan dengan isi beritanya menguatkan alasan mengapa saya bisa berhenti pada diksi itu.
Dari diksi yang membuat perjalanan saya terhenti didunia maya, maka saya mencari makna arti kata ‘manja’ dari mesin pencari yang masih menjadi andalan nomor 1, dengan mengerucutkan pencarian pada kunci ‘arti manja dalam KBBI.’ Karena saya menjadi bagian yang disorot dari diksi itu, maka perlu menimbang apakah diksi tersebut pantas disandingkan dengan kata ‘penyandang cacat.’ Dari kata manja yang terdiri dari dua suku kata: man-ja mempunyai arti: kurang baik adat kelakuannya karena selalu diberi hati, tidak pernah ditegur (dimarahi), dituruti semua kehendaknya, dan sebagainya. Disitulah timbul mengapa diksi ‘memanjakan’ yang nempel pada kata penyandang cacat menurut saya perlu diganti dengan tempelan kata lain.
Berikutnya ketidak pantasan diksi tersebut melekat pada kata penyandang cacat juga dikarenakan menjadi satu dengan Masjid dan lansia. Disinilah letak kerancuan mengapa penyandang cacat berbeda dengan lansia. Bisa kita lihat lagi dari kata ‘manja’ yang merupakan kata sifat setelah berubah menjadi kata kerja ‘memanjakan’ yang berarti: me·man·ja·kan: memperlakukan dengan kasih sayang dan sebagainya sehingga menjadi manja. Meski terdapat kata ‘kasih sayang,’ tetap diksi itu lebih pantas ditempelkan pada lansia saja bukan pada kata penyandang cacat, dimana kaitan penyandang cacat lebih cenderung kepada aksesibilitas bukan manja sehingga penyandang cacat menjadi terhalang ketika melakukan sesuatu. Saya menjadi lebih kuat lagi bahwa ketidak pantasan kata ‘manja’ berdampingan dengan penyandang cacat setelah menyelami isi beritanya yang coba saya tuangkan pada baris berikut dari tulisan ini.
Masjid Didsbury Manchester alami perluasan pada 2010. Proyek tersebut terfokus pada ruang ibadah jamaah Muslimah dan merancang agar masjid ini juga aman untuk jamaah lansia dan penyandang cacat.
Perluasan tempat shalat jamaah Muslimah dengan menambah luas hampir tiga kali lipat dari ukuran sebelumnya. Pihak pengurus juga memperbarui pintu masuk utama ke ruang shalat khusus perempuan, termasuk pemasangan pintu baru, lobi, dan selasar.
(Baca: Sentuhan Persia di Masjid Didsbury Manchester)
Masih di ruangan khusus Muslimah, pengurus juga merenovasi tempat wudhu khusus perempuan berikut toiletnya, termasuk penambahan jumlah toilet. Baik toilet untuk lansia dan orang cacat, pembuatan tempat wudhu perempuan yang terpisah dari toilet serta pemasangan sistem ventilasi udara.
Perbaikan terhadap tempat wudhu pria juga sama dengan tempat wudhu wanita, yakni memasang ventilasi dan menambah jumlah toilet untuk lansia juga orang cacat. Namun, pada bagian tempat shalat laki-laki ada penambahan ruangan baru di lantai satu untuk dipakai sebagai kantor, pendidikan, dan aktivitas administrasi. Keseluruhan proyek tersebut ditaksir menelan dana sekitar 400 ribu poundsterling.
Fasilitas penunjang yang ada di dalam masjid ini adalah perpustakaan dengan ratusan koleksi buku-buku Islam, sejarah, dan budaya. Sementara, ruang serbaguna di masjid ini dapat dipakai untuk berbagai keperluan, termasuk tempat penyelenggaraan pernikahan, seminar, pameran, dan beragam kegiatan sosial.
Ruang perpustakaan terletak di lantai dasar masjid. Setiap hari, perpustakaan masjid dibuka untuk umum, mulai pukul 10:00 pagi hingga pukul 7:00 malam, kecuali Jumat.
Perpustakaan ini cukup luas dan dapat memanjakan rata-rata 1000 pengunjung setiap pekannya. Buku-buku yang tersedia terdiri dari beragam bahasan, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Arab, hingga buku-buku khusus untuk kanak-kanak pun tersedia.
Dari cuplikan berita diatas hal yang dianggap memnajakan penyandang cacat hanya terfokus pada penambahan tempat wudu muslim laki-laki dan perempuan saja, sementara renofasi dan perluasan serta penambahan ruangan-ruangan tidak diberitakan menyentuh aspek penyandang cacat. Misalnya pada ruang perpustakaan dimana tidak diberitakan adanya buku audio atau buku-buku braille.
Dengan demikian perlunya menakar apakah sebuah kata pantas disandingkan dengan kata-kata lain untuk membentuk sebuah kalimat berita, yang menginformasikan sesuatu dan tidak menimbulkan makna ambigu.
sumber artikel: manja
Setuju karena wartawan terkadang juga belum teredukasi tentang disabilitas. Bahwa aksesibilitas itu adalah hak bukan fasilitas yg memanjakan