Jika mata adalah jendela dunia, apakkah seseorang yang kehilangan matanya menjadi dinding sel yang membatasi dirinya dengan dunia dan membuatnya harus terpenjara selamanya? Jika mata merupakan tolok ukur
“Benar-benar anak macan dia”! Aria mengusap peluh di dahinya. Kini dua kakak beradik itu tengah duduk menyantap makan malam. “Hus! jangan berkata begitu lah! bagaimanapun dia itu ponakanmu”!
Mau nyoba buat cerita bersambung nih! semoga ada yang mau membaca dan memberi masukan. *** Rintik hujan mulai turun, kabut tipis merambat pada pepohonan, sangat menyulitkan mereka para
Aku menatap prihatin wajahku. Cermin itu kurasa, telah membohongiku telak. Tapi, coba ku perhatikan lagi, memang wajahku agak pucat. Rupanya mengetik sampai setengah empat subuh tadi telah berdampak
Begitulah yang kualami di rumah sakit mata tersebut. Berdasarkan anjuran dokter seminggu kemudian aku datang ke ruang Low Vision WG dan bertemu dengan Bu Desi yang baik hati.
Hai, ketemu lagi denganku di hari yang cerah ini. Udara yang masih segar membawa efek positif bagi ingatanku yang langsung berjalan mundur melewati alur-alur waktu yang berwarna-warni dengan
Aku panik. Keringat dingin perlahan membasahi tanganku. Teman-temanku banyak yang saling mengucapkan selamat karena telah lulus UAN, sementara aku tegang menanti siapa yang akan bersedia membacakan pengumuman itu
Tentu bukan itu saja pengalaman yang menandai akhir dari penglihatan normalku. Pernah pula aku terjatuh di jalan menuju kelasku. Jalan yang membentang mulai dari gerbang sekolah hingga ke
Sebulan sudah Abdul dirawat, kabar terakhir yang diterima Radit kondisi Abdul mulai membaik, kelainan pada jantungnya tidak membawa Abdul kedalam situasi yang membahayakan. ”Mudah-mudahan dia masih bisa
Pagi yang indah ya, kendati pun langit agak mendung seperti kemarin. Mungkin hujan yang mengguyur kota Subang dua hari yang lalu itu masih ingin meninggalkan jejak berupa warna