Setelah hal itu, hubungan pertemanan kami jadi semakin dekat. Sekarang tidak ada rasa permusuhan lagi yang kurasakan antara aku dan dia. Yang ada hanyalah rasa saling mengasihi dan menghargai. Setelah semakin dekat ku mengenali dirinya, aku tahu ada satu lagi sifatnya yang sangat mengagumkan. Yaitu dia itu sangat bijaksana. Dia bisa memberikan solusi tentang berbagai masalah dan selalu memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang. Oleh sebab itu aku menjadi mengerti, bahwa dalam memandang seseorang kita harus memandangnya dari sisi positifnya dahulu. Jika memandang seseorang itu dari sisi negatifnya, maka semua hal dalam dirinya menjadi jelek di mata kita.
***
Prestasiku di dalam kelas semakin membaik, itu disebabkan karena kami sering belajar bersama dan memecahkan suatu masalah bersama pula. Kami selalu saling berbagi ilmu jika ada salah satu dari kami yang tidak mengerti suatu mata pelajaran. Di dalam keseringanku bersama dengannya, aku hanya bisa mengagumi kecantikan dari Fira dan membayangkan jika Fira menjadi miliku. Di dalam kelas di sela-sela waktu belajar, aku mengamati keanggunan Fira dari salah satu sudut di kelasku. Aku mengamati bahwa Fira semakin lama semakin cantik dan anggun. Tapi sayang, aku tidak memiliki keberanian untuk mengajaknya untuk jadi kekasihku. Aku hanya beranggapan bahwa jodoh tidak akan ke mana dan mungkin belum waktunya. Tapi aku heran, mengapa gadis cantik dan sepintar Fira itu belum punya pacar ya?. Tapi itu adalah sejauh sepengetahuanku saja. Mungkin dibalik aku bersamanya, dia sudah punya pacar. Ah, tapi tidak mungkin. Karena di sekolah atau di rumah aku tidak pernah melihat ada laki-laki yang dekat sekali dengannya. Oleh karena itu aku semakin yakin dengan anggapanku bahwa jika jodoh tidak akan ke mana. Suatu waktu Fira pernah bertanya denganku “Apa kamu sudah punya pacar?”. Aku dengan cepat dan pasti langsung menjawab “Tidak!, sama sekali belum”. Kemudian Fira agak tertawa kecil dan berkata “Massa cowo seganteng dan pinter kaya kamu belum punya pacar sih, kasian deh!”. Dari perkataan Fira itu aku tersadar bahwa memang banyak gadis yang sudah menembakku, tapi aku menolaknya semua karena mereka itu bukan tipeku dan aku tidak suka jika ada perempuan yang menyatakan cintanya terlebih dulu kepada laki-laki. Mau ditaruh mana muka laki-laki itu hah!. Memang sih aku sadar kalau aku ini keren dan pintar plus tajir pula, mana ada sih perempuan yang tidak tertarik denganku. Dan mana ada pula yang tidak menerima pernyataan cintaku. Tapi untuk perempuan yang satu ini beda. Aku sangat menghargainya sehingga semua kenarsisanku itu hilang ketika aku berada di hadapannya. Untuk mengungkapkan perasaanku itu, aku hanya bisa mencurahkannya ke dalam bentuk puisi-puisi yang aku tulis dalam buku harianku.
Suatu hari, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kami mengumumkan bahwa akan ada hari pentas seni yang tiap kelas harus ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di sana. Salah satu dari lomba-lomba tersebut adalah drama remaja. Khusus untuk drama ini akan dijadikan sebagai acara puncak yang ditampilkan pada akhir acara pada malam hari. Skenarionya adalah pada intinya ada seorang laki-laki yang mencintai seorang gadis tapi laki-laki tersebut takut untuk mengutarakannya. Kemudian setelah melewati berbagai peristiwa dan rintangan, akhirnya laki-laki itu memiliki keberanian untuk menyatakan cintanya itu. Akan tetapi, gadis itu agak sedikit jual mahal sehingga laki-laki itu harus berlaku romantis dan berkata-kata yang puitis. Pada akhirnya gadis itu menerima cintanya. Kata guru kami itu adalah cerita intinya, kami tiap-tiap kelas boleh mengimprovisasi cerita tersebut. Lalu tanpa ku sangka, orang yang berperan sebagai tokoh laki-laki utamanya ditunjuk yaitu aku dan gadisnya, guru itu menunjuk Fira. Kemudian anak-anak di kelas bertepuk tangan mungkin karena kami memang pasangan yang serasi dan sempurna.
***
Lalu tibalah malam di mana drama itu harus digelar. Sebelum naik panggung aku merasa sangat grogi. Tapi Fira segera menghampiriku dan mencoba untuk menyemangatiku. Ia berkata “nanti mainnya jangan tanggung-tanggung ya!, lepas aja. Anggap aku ini gadis yang benar-benar mau kamu jadikan kekasih ya!”. Setelah mendengar kata-kata itu, dadaku seperti habis meminum segelas coklat hangat. Semangatku berkobar-kobar dan percaya diriku menjadi bangkit. Aku berfikir apakah ini merupakan sinyal dari Fira kalau ia juga suka pada diriku, ataukah hanya untuk menyemangatiku saja. Lalu tibalah giliranku untuk naik panggung. Seperti yang diintruksikan oleh guru Bahasa Indonesia kami, kami mengimprovisasi drama tersebut. Kami ubah ceritanya sehingga menjadi bahwa aku harus menyelamatkan gadis itu dari penculikan oleh seorang penjahat yang ingin menjadikannya istri. Kemudian aku berhasil dan harus menyatakan cinta pada gadis tersebut. Setelah berhasil menyelamatkannya, aku mulai bertindak sebagai laki-laki yang romantis bagai sedang berada di dekat menara Pissa atau di atas kapal Titanic.
Aku berkata : “Gadisku, telah sekian lama aku mengenalmu. Telah sekian lama aku mengagumimu, sekarang aku tidak hanya ingin menjadi pengagum rahasiamu lagi. Oleh karena itu dengarlah suara hatiku ini”.
Musim semi telah datang
mentari mulai menyinari
es di kutub mulai mencair
menghangatkan hatiku yang tadinya beku
Dahulu aku bagaikan pungguk merindu
berharap dapat mencapai rembulan
hanya bisa berhayal dalam sudut dimensiku
mencoba meraih sesuatu yang tak pasti
Tapi ku coba taklukan langit
mencoba menembus awan
hanya untuk mendapatkan cintamu
Sedalam-dalamnya samudera hindia, tidak sedalam cintaku padamu
Sepanas-panasnya gurun sahara, tidak sepanas api asmaraku kepadamu
Setenang-tenangnya samudera pasifik, tidak setenang hatiku jika kau miliku
Maka terimalah cintaku
kaulah matahariku
kaulah penghangat hatiku
kaulah yang pertama dan terakhir bagiku
abadi, untuk selamanya
Tanpa ku sadari, diluar sekenario aku langsung berlutut dan memberikan bunga mawar yang ku petik dari kebun belakang sekolah tadi sambil berkata. “Terimalah bunga ini sebagai tanda cintaku. Jika kau membuangnya maka biarlah rasa ini kupendam selamanya dalam hatiku. Aku akan membiarkannya kosong tidak akan mengisinya dengan yang lain selain dirimu. Akan tetapi jika kau menerimanya, maka ciumlah bunga ini dan kita akan hidup bahagia abadi untuk selamanya”. Fira agak lama berfikir mungkin karena yang aku lakukan diluar sekenario dan dengan lamban mengambil dan mencium bunga mawar itu lalu ku raih tangannya dan berakhirlah drama tersebut. Tepuk tangan riuh mengiringi tertutupnya tirai penutup panggung.
Last Updated on 13 tahun by Dimas Prasetyo Muharam
aihh, dari jaman dulu sampe sekarang selalu aja ada yang bernasib menjadi “pemuja rahasia,” 😀
Nogomong ngomong puisinya boleh juga kak 🙂 cerpen waktu kapan ini?
Ini dibuat pas zaman SMA. SMA kelas 2 ya kalo ga salah. dan kalo ga salah juga, terinspirasi dari nonton FTV. 😀
Artikelnya itu lhoo… indah banget 🙂
terima kasih bos. anyway, ini kan cerpen, bukan artikel? 🙂
haha, alay banget 😛 jadi inget zaman dulu LOL
wk wk wk. ya begitulah cinta, deritanya tiada akhir 😀
terus terusssss terusssss
terus gimana nih mbak? 😀