The Secret Admirer

Sambil menuruni panggung Fira berkata padaku “Kamu tadi actingnya bagus sekali!. Aku salut padamu. Seperti sungguhan, sangat menjiwai”. Aku menjawab “Ah biasa saja, aku juga tidak tahu adegan yang tadi itu tiba-tiba saja aku lakukan seperti sungguhan”. Fira berkata lagi “Ah perempuan yang akan menjadi kekasihmu nanti pasti akan sangat bahagia, memiliki pacar yang sangat romantis dan puitis seperti kamu”. Aku hanya bisa menjawab dengan senyum dan kegalauan yang ada dalam benakku. Aku berfikir apakah Fira tahu apa yang ada dalam hatiku sebenarnya dan apakah ia benar-benar suka padaku seperti aku menyukainya?. Sambil melemperkan senyum kami berpisah jalan menuju ruang ganti masing-masing.

Di ruang ganti aku langsung disambut dan dielu-elukan oleh anak-anak sekelasku. Aku hanya bisa tersenyum dan tertawa bersama mereka. Ya, tertawa yang tidak sepenuhnya tertawa karena aku masih pusing memikirkan Fira yang benar ternyata wanita itu sangat sulit untuk dimengerti. Di tempat aku berganti pakaian, Andre teman karibku menyapaku

Andre : “Hai brur, tadi elu mainnya o.k juga!”.
Aku berkata : “Ah enggak juga, thanks”.
Andre : “Eh tapi kayaknya tadi ada yang beda deh?”.
Aku berkata : “Apaan yang beda?”.
Andre : “Kayaknya kamu tadi actingnya kayak beneran deh, kayak bukan lagi drama. Ya kayak mau nembak si Fira beneran gitu”.
Aku berkata : “Sebenarnya….., iya sih”.
Andre : “Tuh bener kan!, kamu beneran cinta sama tuh cewe. Padahal kamu dulu kan pernah cerita kalau elu benci banget sama tuh cewe”.
Aku berkata : “Iya kamu benar, tapi sekarang aku cinta banget sama dia dan nanti rencananya nih aku mau nembak dia beneran bukan di panggung aja gitu”.
Andre : “Ah akhirnya friend gw ini bisa punya cewe juga ya!, gw kirain elu ada kelainan gitu. Selera elu high taste juga”.
Aku berkata : “Eh gw gitu lhox!. Jadi do’ain gw aja nanti ya!”.
Andre : “Of course, Good luck for you!”.

Setelah selesai berganti pakaian, aku mencoba untuk mengumpulkan keberanianku menyatakan cinta kepada Fira prempuan yang sangat ku kagumi selama ini. Aku berjalan keluar ruangan menyusuri koridor-koridor gelap sekolahan mencoba mencari-cari di mana Fira berada. Aku berkata dalam hati “Malam ini mudah-mudahan malam keberuntungan ku, Oh dewi rembulan tolonglah aku, berilah sinarmu yang menawan untuk membantuku menyatakan cintaku ini”. Sambil mencari-cari, aku terus memikirkan kata-kata apa yang tepat untuk menyatakan cintaku ini. Saat aku hendak melewati sebuah tikungan koridor, seketika aku merasa tidak enak dan benar ternyata firasatku itu. Saat aku melihat ke seberang koridor, aku melihat Fira sedang berduaan dengan seorang laki-laki yang aku kenal dia adalah kakak kelas tiga kami. Kulihat Fira sedang dipeluk oleh laki-laki itu dan mereka berciuman dengan mesra. Aku melihat di mata Fira ada tatapan yang penuh cinta dan kehangatan kepada laki-laki itu. Tatapan yang selama ini belum pernah ku lihat saat kami bertemu. Mereka kelihatannya sangat bahagia. Aku berkata dalam hati “Ah…., Alangkah bahagianya laki-laki itu”. Aku segera pergi dari sudut bayang tempat aku melihat mereka berdua. Aku melangkah meninggalkan mereka dengan langkah-langkah tanpa suara, dan hanyalah keheningan yang ada dalam benakku saat itu.
***

Mentari itu telah tenggelam
musim semi telah berganti dengan musim gugur
salju itu menebal kembali menyelimuti hatiku
hatiku mengkristal membeku abadi

Biarlah ku simpan cerita ini
ku simpan di ruang hatiku yang terdalam
ruang yang dijaga oleh batu-batu kristal yang keras dan dingin
yang tak mau untuk dibuka sampai akhir

Aku hanya bisa menikmatimu dari sisi gelapku
menjagamu dari dimensi khayalku
memandangimu dari celah-celah retakan hatiku

Ku tahu cinta itu sangat unik
kadang ia datang begitu cepat, tapi jika pergi meninggalkan luka yang dalam
jika ia sudah pergi, hanya kata cinta tak harus memiliki yang terucap
asalkan engkau bahagia, aku di sini juga merasa bahagia
bahagia dalam kehampaanku

Selamat jalan cinta
biarlah semua menjadi kenangan
terkubur dalam dinginnya hatiku
abadi, untuk selamanya.

***
Ku tutup buku harianku, ku patahkan pena yang selama ini setia untuk menggores lembaran-lembaran dalam buku itu. Ku rebahkan tubuhku di kursi tuaku dan ku tatap jam yang menunjukkan pukul 12 malam. Aku di sini masih merenungi semua kejadian yang terdapat dalam buku harian itu. Buku harian yang merekam semua peristiwa yang dialami oleh Si Pemuja Rahasia.

Catatan : Ada seorang tokoh yang mengatakan bahwa “Orang yang terlalu berhati-hati, maka ia akan hanya sedikit berprestasi”.

T A M A T

Last Updated on 13 tahun by Dimas Prasetyo Muharam

Oleh Dimas Prasetyo Muharam

Pemimpin redaksi Kartunet.com. Pria kelahiran Jakarta 30 tahun yang lalu ini hobi menulis dan betah berlama-lama di depan komputer. Lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Indonesia 2012, dan pernah merasakan kuliah singkat 3 bulan di Flinders University, Australia pada musim semi 2013. Mengalami disabilitas penglihatan sejak usia 12 tahun, tapi tak merasa jadi tunanetra selama masih ada free wifi dan promo ojek online. Saat ini juga berstatus PNS Peneliti di Puspendik Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Kunjungi blog pribadinya di www.dimasmuharam.com.

8 komentar

  1. aihh, dari jaman dulu sampe sekarang selalu aja ada yang bernasib menjadi “pemuja rahasia,” 😀

    Nogomong ngomong puisinya boleh juga kak 🙂 cerpen waktu kapan ini?

    1. Ini dibuat pas zaman SMA. SMA kelas 2 ya kalo ga salah. dan kalo ga salah juga, terinspirasi dari nonton FTV. 😀

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *