MENGATASI KETERBATASAN TANPA BATAS

Alasan Perusahaan Memberdayakan Penyandang Disabilitas

Terakhir diperbaharui 6 tahun oleh Redaksi

Lapangan kerja menjadi masalah utama yang dialami oleh para penyandang disabilitas. Keterbatasan dari segi fisik kerap kali dilihat oleh masyarakat sebagai bentuk ketidak-mampuan. Stigma yang masih bertahan hingga detik ini di sebagian besar masyarakat bahwa penyandang disabilitas adalah makhluk yang perlu dikasihani dan diberi santunan. Padahal mereka juga dapat berkarya apabila diberi kesempatan dan akses.

Kasus penolakan perusahaan pada calon tenaga kerja dengan disabilitas juga sering kali terjadi. Ada beberapa pengalaman teman-teman seperti seorang tunanetra yang ditolak hanya karena tak dapat membaca hasil ketikan. Padahal dengan alat scanner dan komputer bicara, membaca ketikan bukan masalah. Toh kini sudah era digital. Ada pula Tunarungu yang tak dapat bekerja di kantor hanya karena tak dapat menjawab panggilan telepon, padahal jobdesc utamanya bukan operator telepon. Masih banyak kasus-kasus lainnya yang sesungguhnya disebabkan oleh pemahaman pihak pemberi kerja yang rendah mengenai penyandang disabilitas bahwa ada kewajiban untuk memberdayakan mereka. Bahkan bukan kewajiban yang jadi beban, ada keuntungan pula yang akan didapatkan perusahaan apabila mempekerjakan penyandang disabilitas.

Alasan pertama yaitu adanya kewajiban pihak perusahaan milik pemerintah atau swasta untuk mempekerjakan penyandang disabilitas di institusinya berdasar amanat UU Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Pada pasal 14 berbunyi

“Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kua;ifikasi perusahaan.”

Baca juga:  Memuliakan Kembali TV dan Radio untuk Penyandang Disabilitas

Soal undang-undang ini ternyata masih minim diketahui oleh perusahaan milik pemerintah atau swasta. Dari beberapa pengalaman penulis berbincang dengan pihak perusahaan, rata-rata mereka belum mengetahui kewajiban tersebut. Biasanya pada perusahaan yang sudah mempekerjakan penyandang disabilitas, mereka melakukan itu karena kesadaran pengelola, atau kebijakan negara asal perusahaan. Nampaknya pemerintah tak cukup serius untuk mengkampanyekan hal tersebut bahkan setelah hampir 17 tahun undang-undang disahkan, hingga tahun ini sedang diusulkan RUU Penyandang Disabilitas yang baru.

Kelemahan utama UU tersebut adalah tak adanya pengawasan atau sanksi yang tegas apabila perusahaan milik pemerintah atau swasta tak menjalankan amanahnya. Padahal itu adalah affirmative action atau upaya jemput bola agar kesejahteraan penyandang disabilitas yang mayoritas berada dalam kondisi miskin dapat terangkat. Selain itu yang menjadi kritisi adalah UU tidak menyebutkan kewajiban yang sama bagi lembaga pemerintahan. Dengan kata lain, pemerintah belum memberi contoh tapi sudah menyuruh pihak lain untuk berbuat.

Alasan lainnya adalah keberadaan penyandang disabilitas di sebuah perusahaan dapat memberikan pengaruh positif dari sisi psikologis para karyawan. Pandangan umum menganggap penyandang disabilitas adalah makhluk yang lemah dan terbatas. Ketika ada penyandang disabilitas yang mampu memiliki prestasi dan berkarya selayaknya orang pada umumnya, hal tersebut akan dianggap sebuah yang luar biasa. Sering pula mereka dijadikanm motivasi agar tak mau kalah dengan orang lain yang berfisik tidak sempurna. Dengan kata lain, keberadaan karyawan dengan disabilitas, jadi semacam motivasi hidup bagi karyawan lainnya.

Selain itu, keberadaan penyandang disabilitas di sebuah institusi seyogyanya dapat membuat rasa kemanusiaan lebih peka. Ketika ikut berinteraksi dengan mereka, maka ada pengetahuan tambahan bagaimana menyikapi perbedaan. Bagaimana tiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Mereka juga jadi tahu bahwa dengan bantuan kecil,seperti menuntun tunanetra menuju jalan ke toilet, ternyata punya dampak besar bagi orang lain.

Baca juga:  Problematika Dunia Kerja pada Disabilitas

Di atas beberapa alasan mengapa perusahaan perlu, bahkan harus, memberdayakan penyandang disabilitas. Penulis menggunakan kata memberdayakan dibanding mempekerjakan karena memberdayakan berarti juga mengembangkan potensi penyandang disabilitas tersebut, tak hanya diberikan pekerjaan sebagai formalitas. Semoga makin bertambah perusahaan baik milik pemerintah atau swasta yang berkomitmen untuk ikut dalam upaya ini. Apabila ada yang punya pendapat atau alasan-alasan lain, silakan berbagi di kolom komentar.(DPM)

Beri Pendapatmu di Sini