Bumi menjadi saksi,
Tempat ku bersujud,
Mengadukan segala keluh kesah.
Sedekat itu aku memanggil.
Serapat itu jarak yang memisahkan kita.
Kau dan aku, tak pernah bersua.
Tapi namamu selalu kusebut dalam doa.
Setiap sujudku, ku berbisik lirih,
Mengharu biru dengan sepenuh hati,
Memintamu pada sang Maha pemberi cinta.
Kadang daku bertanya: Mengapa dirimu?
Selama ini tak pernah kusadari,
Bahwa dikau ada dan begitu dekat.
Dunia yang sempit ini tetap tak bisa kupijaki seluruhnya.
Sedekat itu, tapi aku tak pernah merasakannya.
Tapi sekarang aku dapat meraba,
Meraba hatiku yang kian meracau tak tentu arah.
Ternyata, ada rasa di sana.
Muncul perlahan-lahan,
Seperti lentera yang datang dengan melata.
Pelan tapi pasti,
Rasa itu ternyata tumbuh semakin kuat.
Aku tak berniat memicu rasa ini,
Hingga ia begitu menguasai hati.
Tapi cinta, sulit dikendalikan.
Aku tak mampu mengawal hatiku sendiri.
Tapi terima kasih,
Karenamu daku tersadar,
Tak perlu mencari lebih jauh tentang cinta,
Karena kau ada.
Aku tidak butuh terbang menuju cinta,
Cintalah yang datang padaku begitu dekat.
Aku saja yang terlambat menyadarinya.
Tapi belum terlambat untuk meraihnya.
Terima kasih, karena kau ada.
Walau kita tak bersua muka,
Kupercayakan cintaku dala sujud
Membujuk rayu sang pemilik hati, sang pemberi cinta
Tuk satukan kita dalam ikatan halal yang diridhai-Nya.