Mengenalmu membangkitkan gairah syairku.
Jutaan tetesan tinta yang berubah
Menjadi sepenggal kata demi kata
Tertumpah dalam lembaran-lembaran utih.
Seperti air hujan,
Syair-syair cinta berdesakan dalam benakku
Hingga turun menjadi hujan deras sajak cinta.
Sajak cinta yang menyatakan kerinduan yang mendalam.
Seperti nyala api yang berkobar,
Kutuliskan segalanya di atas lembaran ini,
Sehingga ia tak lagi putih.
Tak akan pernah terhenti, kecuali aku yang menghentikannya.
Tak pernah habis, kecuali aku mati. Mati raga, mati rasa.
Entah mana yang lebih dulu.
Dengan jemari ini kutuangkan puisi cinta,
Berharap kelak dapat kaubaca.
Sepotong lembaran demi lembaran
Yang hanya menceritakan tentang dirimu, cinta.
Kuharap kau menjadi payung
Yang menampung semua sajak rinduku untukmu,
Atau seperti kolam yang gersang,
Senang menerima air kembali.
Inilah, kasih.
Inilah rasaku yang menggebu.
Kutitipkan segalanya di antara pena dan kertas,
Karena tidak ada penjaga rahasia
Yang lebih baik dari sastra.
Tak ada yang lebih manis selain madu
Kecuali untaian kata mendalam,
Sarat akan makna cinta
Yang tulus menyentuh kalbu,
Berbisik, mendayu bak suara peri di hutan emas.
Seputih tangan Lady Galadriel, itulah cintaku.
Seindah syair Lothlorien, itulah sajak cintaku.
Walau mungkin tak selembut nyanyian Elbereth Gilthoniel,
Tapi kupercayakan pada sajak cinta Aragorn
Untuk membujuk sang peri Arwen Undomiel.
Atau Beren yang membujuk Luthien Tinufiel.
Di tengah musim semi, di mana bunga mekar.