Di bawah tatapan rembulan,
Aku larut dalam kenangan.
Tentang dirimu, yang memikatku dengan sekilas keindahan.
Bukan tentang wajahmu, tapi suaramu.
Bukan tentang sikap lembutmu, tapi sikap dinginmu.
Saat pertama kau nampak di depanku,
Saat itulah hatiku jatuh dari ketinggian,
Seolah-olah kau siap untuk menyambutnya.
Tapi tidak, hatiku menggantung di antara kita.
Mulanya ku tak sadar,
Tapi lambat laun aku mulai merasakannya.
Cinta, yang selama ini kuhindari,
Namun aku tak berdaya di bawah pesonamu.
Kau merintangi jalanku,
Jalan yang kutempuh untuk misiku,
Misi untuk tetap sendiri dan beku.
Kutanya mengapa?
Karena aku goyah di hadapanmu.
Mengapa aku bukan lagi batu es yang keras?
Seakan kaulah yang mencairkanku.
Aku bukan benda fisika
Yang suka hati kau bisa mencairkanku begitu saja.
Tapi itulah kenyataannya.
Kenyataan yang sampai detik ini
Aku masih bingung bagaimana mulanya.
Oh September, bulan penuh kenangan.
Tapi terima kasih telah datang.
Aku mengerti, hidup bukan tentang bangkit sendirian.
Tapi dengan kawan di sisi atau di belakang.
Kuharap kau dapat berdiri di sampingku,
Sebagai tempat ku bersandar,
Sebagai topangan untuk bangun,
Sebagai pengokoh agar aku tak jatuh.
Syukurku, karena kau menghadirkan pesona pada bulan September.
September, satu rindu menggumpal dalam hati.
September, kenangan mulai terbentuk dalam ingatan.
September, asa mulai tumbuh dalam rongga dada.
Terima kasih, karena hadir di bulan September,
Di sanalah hatiku tertambat sepenuhnya,